Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Asing dari Sudut Filsafat (4)

19 Oktober 2020   12:24 Diperbarui: 19 Oktober 2020   12:27 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Asing itu berarti tidak asli? Benar. Tidak asli. Kita manusia ini semua asing di dunia ini. Siapa berani katakan dia asli. Kuburan saja disewa. Itu bukti paling jelas ke-tidak-asli-an kita di dunia ini. Jadi kita manusia ini penduduk asing di dunia ini. 

Secara NALURI, kita langsung bisa rasakan dan pahami bahwa diri kita ini asing satu sama lain. Anak kandung saja asing dari mama kandung dan bapa kandung. Buktinya? 

Bayi muncul giginya dan mamanya heran, wah, sudah ada gigi. Anak kandung mulai pelajari asal-usul mama kandungnya sesudah berusia lima tahun ke atas. 

Semakin cari tahu semakin rasa asinglah si anak kandung dari mama kandungnya. Ini karya NALURI dalam diri kita manusia untuk semakin dekatkan diri dengan orang yang paling dekat dan sementra itu semakin menjauhkan diri dari orang yang dekat itu. Bangun rumah saja sedapat mungkin tidak mau berdempetan dengan rumah mama dan bapa kandung. 

NAFSU mempunyai rumah sendiri begitu berkobar dengan berbagai upaya, mencari uang, mencari sebidang tanah. NALAR kerja keras untuk memperoleh uang beli tanah supaya segera terpisah dari rumah orang tua, punya rumah sendiri. NALURI bekerja untuk mencari siapa yang dapat membantu untuk adanya rumah sendiri. 

NURANI terus bertanya dan bertanya pada diri dan pasti pada YANG MAHAMURAH untuk diberi rezeki secukupnya untuk membangun rumah sendiri. Ini contoh paling jelas dan paling sederhana tentang situasi asing dari diri kita manusia ditilik dari segi NALURI. (4N, Kwadran Bele, 2011).

NALURI itu unsur dalam diri kita yang dikaruniakan PENCIPTA kepada kita manusia bersamaan  dengan NAFSU + NALAR + NURANI. Dari sudut NALURI, kita manusia yang sama-sama asing hidup di perasingan ini seharusnya saling mendekap untuk tidak tersesat dalam keterasingan. 

Heran, ada yang saling mencabik dan saling mencaplok bukan memeluk dan merangkul. Saling mencekik pun ada. Saling membunuh sudah sering. Inilah keanehan dalam perilaku kita manusia. Namanya manusia, siapa pun dia, tidak boleh dibeda-bedakan dia lain saya lain, dia hitam saya putih, dia miskin saya kaya.

 NALURI kita itu sudah disiapkan oleh PENCIPTA untuk menerima sesama manusia, seperti diri sendiri mau diterima oleh manusia lain. Saling menerima, saling memelihara, saling menghidupkan, itulah tugas kita manusia asing di dunia yang asing ini. 

NALURI secara murni mendorong kita untuk menerima semua orang tanpa kecuali, tapi kenapa sampai ada orang yang suka menolak sesamanya dengan dalih dia bukan orang saya, saya bukan orang dari kelompok mereka. 

NALURI kita mendorong kita yang namanya manusia ini untuk hidup dalam suasana per-kita-an bukan per-kami-an yang memisah-misahkan manusia atas dasar turunan, atas dasar daerah, atas dasar susunan tingkatan bangsawan dan rakyat jelata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun