Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Uang" dari Sudut Filsafat

12 Oktober 2020   08:17 Diperbarui: 12 Oktober 2020   08:29 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Uang ada karena manusia. Bukan manusia ada karena uang. Manusia tanpa uang, bisa sekali. Uang tanpa manusia, mustahil.  Hidup manusia tidak tergantung pada uang. Manusia yang sering gantungkan hidupnya pada uang. 

Uang dijadikan tuan. Uang dijadikan raja. Uang bukan segala-galanya. Tapi segala-galanya perlu uang. Hampir saja benar bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa uang.  Itu ulah manusia. 

Uang dinilai lebih tinggi dari manusia. Lihat manusia, lihat uangnya. Ada atau tidak. Ukur manusia dari jumlah uang yang dimiliki. Jual manusia untuk dapat uang, sudah biasa. Beli kuasa dengan uang, beli jabatan,  beli suara dalam pemilu dengan uang, biasa. 

NAFSU dapat uang, kumpul uang, curi uang sudah menjadi kebiasaan yang biasa.  NALAR jadikan segala yang ada jadi uang, uang lahirkan uang, bunga berbunga adalah ilmu yang tak habis-habisnya digeluti manusia.  

NALURI hitung menghitung uang sampai sesama dihitung berdasarkan uang sudah menjadi budaya baru. NURANI jadi kabur lihat uang karena desakan NAFSU butuh uang,  NALAR cari uang, NALURI pamer uang begitu deras sehingga NURANI terhanyut dalam banjir urusan uang. TUHAN pun sudah sering ditakar dengan uang. (4 N, Kwadran Bele, 2011).

Segi baik dari uang pudar dengan segi buruk dari uang. Demi uang buang suami buang isteri, sering terjadi. Demi uang orang tua lupa anak, anak lupa orang tua, banyak terjadi. Kawan jadi lawan karena uang, biasa. Uang itu iblis atau malaikat? Tidak jelas. 

Tergantung dari manusia, jadikan uang itu iblis atau malaikat. Uang itu hanya alat. Tergantung dari manusia, harus pakai NAFSU untuk jadikan uang itu alat untuk memperoleh segala yang baik bagi diri dan sesama. 

NALAR harus diasah sedapat mungkin untuk mengupayakan agar ada uang dan pakai uang itu menambah pengalaman dan pengetahuan ke arah situasi yang lebih baik. 

NALURI harus memperhitungkan keberadaan sesama yang sama-sama membutuhkan uang demi kesejahteraan bersama.  NURANI ditenangkan dengan uang yang ada tanpa merendahkan harkat dan martabat diri dan sesama dan syukuri Pencipta karena DIA sudah beri kesempatan dan kemungkinan untuk dapat uang dan pakai uang untuk hidup tidak dalam kelimpahan tetapi dalam kecukupan.

Uang adalah sahabat sejauh manusia pakai uang untuk cari selamat bukan khianat. Uang untuk hidup bukan hidup untuk uang. Uang ada untuk manusia bukan manusia untuk uang. 

Uang itu alat bukan tujuan. Uang ada, senang, tidak ada, tenang. Gelombang hidup tidak boleh ditentukan oleh arus uang. Biduk hidup tetap dikayuh, dengan uang atau tanpa uang, tujuan ada di depan, di sana tidak tuntut ada  uang atau tidak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun