Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Hanya" dari Sudut Filsafat

8 Agustus 2020   10:57 Diperbarui: 8 Agustus 2020   11:02 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya engkau, tidak ada orang lain. Rumah saya hanya ini. Semua ini tidak baik, hanya satu yang baik. Hanya menunjukkan pilihan, keputusan dari sekian banyak dipilih yang terbaik. Dari sekian banyak ciptaan, hanya manusia yang diistimewakan oleh PENCIPTA. Begitu banyak penumpang dalam bis, hanya satu orang yang luput dalam kecelakaan itu. 

Dia punya anak-anak banyak, semua baik, hanya satu yang rusak. Hanya ini menunjukkan kecualian, atau baik atau buruk. Kita manusia ini diciptakan dan dipelihara oleh PENCIPTA dalam keadaan serba baik, serba bahagia, hanya kita manusia yang buat diri sengsara. Itu tidak lain karena kita-lah yang salah-gunakan empat unsur dalam diri kita, NAFSU + NALAR + NALURI + NURANI. (4N, Kwadran Bele, 2011). 

NAFSU kita manusia ini diberikan oleh DIA untuk menginginkan yang baik-baik saja. Hanya herannya, kita disuguhi madu, pilih racun. NALAR jelas-jelas paparkan bahwa racun itu mematikan, tapi kita putuskan, biar. NALURI ingatkan, awas, banyak orang masih butuhkan kamu, jangan celakakan diri. 

Hanya kita manusia tetap ngotot. Jawaban mengagetkan. Pusing amat! NURANI masih terus menyadarkan, pilih yang benar, timbang baik-baik, ingat banyak orang sayang kamu, dan disodorkan begitu banyak pilihan di antara yang baik-baik, hanya sudah kerasukan, manusia tetap pada pendirian yang salah, dan ambil keputusan, apa pun yang terjadi, saya tidak perduli. Ini keputusan saya. Maka terjadilah malapetaka itu, salah, dosa. 

Kalau satu orang saja yang celaka, masih mendingan. Hanya akibat kesalahan yang terjadi karena kebebalan seorang manusia, banyak orang turut celaka. 

Di satu desa, kepala desa curi, selewengkan uang dana desa, satu milliard rupiah. Dia abaikan 4N, empat unsur dalam dirinya waktu ambil keputusan selewengkan dana desa. Hanya dia tidak ingat, susahkan keluarga dan susahkan ribuan warga desa. 

Setiap kesalahan sekecil apa pun, tidak merugikan si pelaku saja, tapi melukai seluruh umat manusia karena satu manusia adalah bahagian tak terpisahkan dari seluruh umat manusia. Ini kebenaran, hanya tidak mau diindahkan, tidak mau diakui sebagai kebenaran. 

Kalau ada kenakalan remaja atau orang tua, kelompok itu saja yang dipersalahkan. Padahal masyarakat seluruhnya bersalah, hanya itu tidak diperhitungkan sehingga ramai-ramai mengutuk yang bersalah. Mata rantai kehidupan ini tidak terputus, hanya ada anggapan seolah-olah pribadi atau kelompok itu berdiri sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satu sama lain. 

Secara global, negara-negara maju berkomplot untuk menjajah negara-negara lain entah secara ekonomi atau politik, pada hal seluruh umat manusia ini saling bergantung satu sama lain, hanya kenyataan ini diabaikan dengan latar belakang NAFSU menjajah dan menjarah yang menggebu-gebu,  NALAR untuk membohongi dengan berbagai kemajuan iptek semakin liar, NALURI untuk hidup sendiri dan makmur sendiri semakin menggila dan NURANI untuk merasa senasib-seperjuangan antara sesama umat manusia semakin tumpul. Ini semua akibat dari kenyataan bahwa kita manusia ini seasal - setujuan sudah dipahami, hanya tidak ditindak-lanjuti dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun