Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Kapas" dari Sudut Filsafat

26 Juli 2020   06:55 Diperbarui: 4 Juni 2021   01:08 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapas menurut filsafat (unsplash/freestocks)

Kapas putih lambang hati putih. Kapas, tumbuhan yang kita kenal dengan nama ilmiah, Gossypium. Dia putih. Ada serat-serat halus tergabung menjadi satu gumpalan. 

Di tangan manusia, kapas menjadi bahan yang sangat bernilai, dipintal menjadi benang dan jadi bahan sandang. Mulai dari warna, kapas menarik karena putih bersih. Muncul peribahasa, hatinya seputih kapas. Dia lembut. Hatinya selembut kapas. 

Dua ungkapan ini saja sudah cukup untuk mengupas tuntas fisafat kapas. Bersih dan lembut. Bersih dan berat, batu. Lembut dan kotor, lumut. Kapas bukan begitu. Kapas bersih, lembut, ringan, halus dan itu terpadu dalam warna, putih. 

Baca juga : Kapas Hilang dari Bumi Timor?

Suku Buna' di Timor seperti banyak suku lain di Asia ini, memakai kapas jadi bahan dasar untuk membuat kain. 

Kapas yang ditanam di ladang-ladang, dipanen pada musim kemarau, dijemur, dipisahkan dari bijinya, diperhalus dengan busur, digulung dalam bentuk batangan, dipintal jadi benang, diikat bentuk motif, direndam beri warna penuh makna, biru-laut (dalam, luas), biru-langit (tinggi, luhur), kuning-emas (agung, mahal, martabat tinggi), merah-darah (ikatan darah, pertalian keluarga, tali kekerabatan), hitam-tenang (kematian, keabadian) lalu ditenun menjadi kain, bentuk selimut untuk laki-laki lambang pelindung, bentuk sarung untuk perempuan, lambang gendongan. 

Ini semua dari kapas yang sejatinya halus, ringan, serat tipis yang digabung menyatu jadi benang yang kuat, ditenun menjadi lembaran sandang bagi manusia menjadi santun, hangat, agung, anggun, terpandang.

Kapas putih. Kapas lembut. Kita manusia ada NAFSU. Ini harus putih, murni, suka apa-apa, baik. Cari kebutuhan, harus. Asal jangan curi. Tidak boleh melarat. Peroleh apa saja, atas cara yang wajar. 

Baca juga : Apa Itu Nalar Manusia?

Dengan demikian keinginan NAFSU terpenuhi secara murni, bersih seperti kapas. Kita manusia ada NALAR. Pakai ini untuk menelusuri lorong-lorong ilmu, cari pengalaman yang baik dan benar, himpun semuanya untuk hidup cerdas, jujur dan tulus. 

Ini termuat dalam kapas yang terhimpun dari serat-serat halus yang terpintal jadi benang yang kokoh dan menyatu jadi tenunan warna-warni menampakkan jati diri manusia sebagai pribadi yang berilmu setinggi langit, sedalam lautan, semulia emas, setenang tanah siap menampung benih apa saja untuk tumbuh dan berbuah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun