Mohon tunggu...
Anton Bele
Anton Bele Mohon Tunggu... Dosen - PENULIS

Dosen Tamu, pengampu Mata Kuliah Filsafat di Program Pasca-sarjana Interdisiplin Studi Pembangunan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Pembangunan

2 Juli 2020   09:14 Diperbarui: 2 Juli 2020   09:22 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pembangunan yah pembangunan. Bangun jalan, jembatan dan gedung. Ada filsafat? Buang waktu. Bangun yah bangun. Untuk apa filsafat. Apa kaitannya? Ungkapan seperti inilah yang membuat pembangunan itu asal pembangunan, tanpa dasar yang kokoh. Bangun apa, siapa yang membangun, untuk siapa, di mana, kapan, berapa anggaran, gunanya apa, dan semua pertanyaan ini adalah permukaan dari pembangunan. Ini bukan dasar. 

Dasarnya di mana? Filsafat. Hah, apa lagi? Jadi kami yang di Dinas PU (Pembangunan Umum) ini harus studi filsafat? Kami ini kontraktor. Harus studi filsafat. Saya ini Sarjana Teknik. Harus studi filsafat dan bergelar Sarjana Filsafat? Makin bingung dan makin berbelit pertanyaan tentang Filsafat Pembangunan.

Pembangunan. Bangun. Jembatan bangun? Rumah bangun? Jalan bangun? Tidak. Yang bangun itu manusia. Manusia itulah pembangun. Karya manusia itulah yang namanya pembangunan. Untuk terjun ke filsafat pembangunan penulis sodorkan teori 'Kwadran Bele' (2011), 4 N. Berdasarkan teori ini manusia itu pribadi yang terdiri dari empat unsur: Nafsu, Nalar, Naluri, Nurani. 

Dalam diagram, satu bujur sangkar dibagi empat dan tiap bidang itu berisi: bidang pertama, Nafsu, kedua Nalar, ketiga Naluri dan keempat Nurani. Empat bidang ini sama besar, berarti ada keseimbangan. Kalau salah satu bidang terlalu besar, maka tiga bidang yang lain tergeser ukurannya dan empat bidang itu tidak seimbang lagi. Ini teori untuk mengukur pembangunan apa saja. Pembangunan itu harus sesuai Nafsu yang wajar, Nalar yang benar, Naluri yang sehat dan Nurani yang tulus.

Bangun satu jembatan, dana 100 milyar. Jembatan itu memang sangat dibutuhkan. Ini masuk bidang Nafsu. Ada ahli-ahli yang merancang. Ini bidang Nalar. Ada banyak pihak terlibat, termasuk masyarakat yang membutuhkan. Semua harus dipuaskan. Ini bidang Naluri. Ada pertimbangan dapat untung  yang wajar. Ini bidang Nurani. 

Bidang pertama, NAFSU. Jembatan itu dibutuhkan. Tapi terlalu panjang dan terlalu mahal. Dana tidak cukup, tapi karena benar-benar dibutuhkan, bangun saja dengan dana pinjaman. Ini Nafsu besar. Gali lubang tutup lubang. Baik kalau hutang itu dapa dilunasi pada waktunya. Kalau tidak? Mencelakakan diri. NALAR. 

Para ahli dari berbagai disiplin Ilmu berkumpul membuat analisa. Ini membutuhkan keahlian dan pengalaman yang benar-benar teruji. Salah hitung, jembatan ambruk. NALURI. Para kontraktor belomba untuk menang tender. Pemerintah dekati masyarakat, pembebasan tanah. Para pedagang, semen, besi, kayu, aspal bermunculan menawarkan jasa. Masyarakat penuh harap jembatan segera selesai. 

Keterlibatan manusia-manusia ini masuk dalam Naluri untuk berkontak antara sesama  manusia. NURANI. Pemerintah jujur tidak menipu masyarakat. Kontraktor kerja sesuai rencana. Ada hasil, semua pihak puas. Tidak ada saling tipu, tidak ada mark-up harga dan lahan yang dibebaskan diberi harga yang wajar. Waktu peresmian, gunting pita,  ada pesta. Gembira karena sudah memenuhi 4 N. Berbagai pihak pidato dan ada doa. TUHAN dilibatkan untuk jadi SAKSI.

Empat unsur ini, 4N,  terpadu dalam diri masing-masing pribadi, kelompok  yang terlibat dalam pembangunan, itulah yang dinamakan filsafat pembangunan. Manusia yang membangun. Membangun demi kesejahteraan. Salah satu unsur itu tidak terpenuhi maka pembangunan itu tidak layak disebut pembangunan tetapi pengrusakan, penghancuran. Bangun yah benar-benar bangun, bukan tidur atau kubur. Bangun membuat segar. Pembangunan membuat manusia bugar, jasmani-rohani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun