Siapa tak ingin melahirkan generasi cerdas? Kemuliaan di dunia hanya dapat diikhtiar pencapaiannya dengan ilmu. Begitu pula kemuliaan di akhirat.
Maka siapapun yang menghendaki kemuliaan dunia dan akhirat mutlak perlu mewajibkan dirinya sendiri untuk mencari segenap ilmu. Yang diperlukan untuk mewujudkan segala impiannya itu.
Ilmu adalah karya kolektif. Hasil kerja bersama seluruh umat manusia. Tidak mungkin disusun dan dikembangkan oleh satu kelompok individu. Atau apalagi hanya oleh satu orang manusia. Tentu saja ada manusia-manusia tertentu yang, dengan kelebihannya yang di atas rata-rata, membuat terobosan-terobosan. Memberi inspirasi tentang arah yang perlu ditempuh oleh kerja kolektif itu. Â Â
Anak belajar dengan meniru. Tak mungkin ada yang bisa membantah fakta itu. Datangkan saja ke Jawa seorang anak umur tujuh tahun yang sejak lahir tinggal di Arab, Perancis, Rusia, Jerman, Belanda, Amerika, atau Inggris dan tak pernah punya persentuhan pengalaman dengan Jawa. Niscaya ia akan menjadi anak yang paling terkebelakang kemampuannya berbahasa Jawa dibanding anak lain sepantarannya yang dibesarkan di lingkungan penutur bahasa Jawa. Dan begitu pula sebaliknya.
Masyarakat yang seperti apakah itu? Manusia sangat cerdas yang menghabiskan seluruh umurnya untuk mencerdaskan sebanyak mungkin orang orang lain di negeri kita tercinta ini, Ki Hadjar Dewantara (Bapak Pendidikan Indonesia), menggambarkannya sebagai masyarakat yang di dalamnya: "Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah."Â
Sudahkah kita, dan rumah kita, seperti itu?
Gunungkidul, 4 Maret 2019 Â
Achmat Heri Dwijuwono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H