Hujan turun perlahan
seperti ragu melangkah ke halaman
menyentuh dedaunan dengan ujung jemarinya
takut melukai
Ada debar tak terucap
di sela-sela awan yang mengintip malu
seolah tak ingin dunia tahu
tentang rahasia kecilnya yang jatuh satu-satu
Aku melihatmu di sana
seperti hujan yang tak ingin mengganggu
bersembunyi di balik kata-kata
namun tak sanggup menghindar dari tatap mata
Kau, seperti tetes pertama
membangunkan tanah dari tidur panjangnya
membiarkan udara merangkul dingin
lalu pergi
meninggalkan wangi yang tak tertangkap angin
Hujan yang malu-malu
adalah kau dalam sajak ini
menyentuh hati dengan sunyi
lalu menghilang
sebelum aku sempat bertanya
"Apakah kau benar-benar ada, atau hanya bayangan rasa?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H