Pernahkah sahabat kompasiana bertanya-tanya, apa yang terjadi ketika seorang guru, sosok yang seharusnya menjadi panutan dan pendukung bagi siswa, justru menjadi korban mobing?Â
Mobing, atau tindakan intimidasi dan pelecehan sistematis di tempat kerja, tak hanya menyisakan luka pada individu yang mengalaminya, tetapi juga menimbulkan dampak besar pada lingkungan di sekitarnya---termasuk pada siswa. Ketika seorang guru menghadapi tekanan emosional yang terus-menerus, bagaimana ini memengaruhi cara mereka mengajar, berinteraksi, dan mendidik siswa?
Mobing di Dunia Pendidikan: Fenomena yang Jarang Dibicarakan
Mobing di dunia pendidikan sering kali luput dari perhatian. Ketika mendengar istilah ini, kita mungkin lebih sering mengaitkannya dengan lingkungan korporat, namun kenyataannya, mobing juga terjadi di sekolah. Guru yang menjadi korban mobing bisa menghadapi berbagai bentuk intimidasi---mulai dari kritik berlebihan, pengucilan sosial, hingga sabotase tugas. Pelakunya bisa datang dari kolega, atasan, atau bahkan orang tua siswa.
Menurut sebuah penelitian, guru yang mengalami mobing cenderung menunjukkan gejala stres, depresi, dan kelelahan emosional. Tekanan ini secara langsung memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa.
Penurunan Empati: Ketika Beban Guru Terlalu Berat
Guru adalah jembatan penting dalam pembentukan karakter siswa. Namun, ketika seorang guru mengalami mobing, kemampuan mereka untuk memberikan perhatian penuh kepada siswa bisa menurun. Beban emosional yang berat membuat mereka sulit untuk tetap empati.
Bayangkan seorang guru yang sebelumnya dikenal sabar dan penuh perhatian tiba-tiba menjadi pendiam, mudah marah, atau tampak tidak peduli. Perubahan ini bukan karena mereka tidak peduli pada siswa, tetapi karena energi emosional mereka sudah terkuras oleh tekanan yang mereka alami. Ketidakmampuan untuk merespons kebutuhan emosional siswa ini, pada akhirnya, menciptakan jarak antara guru dan siswa.
Seorang siswa mungkin merasa diabaikan ketika guru yang biasanya hangat tiba-tiba berubah menjadi dingin. Sementara itu, guru merasa bersalah karena tidak bisa memberikan yang terbaik. Siklus ini dapat merusak hubungan yang seharusnya dibangun di atas kepercayaan dan kasih sayang.
Jarak Emosional: Penghalang yang Tidak Terlihat