Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Tanpa Rasa Takut: Cara Guru Menjadi Fasilitator yang Inklusif

8 Desember 2024   13:33 Diperbarui: 8 Desember 2024   13:38 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kita merasa enggan bertanya di kelas karena takut terlihat bodoh? Atau mungkin kita punya ide yang ingin disampaikan, tapi khawatir tidak ada yang peduli? Banyak dari kita, baik dulu sebagai siswa atau sekarang sebagai orang tua, pernah merasakan bagaimana rasa takut dapat menghambat proses belajar.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana jika sekolah bisa menjadi tempat di mana semua siswa merasa nyaman, didengar, dan dihargai? Bagaimana jika guru, bukan hanya sebagai pengajar, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa tanpa tekanan, mendorong mereka untuk menemukan potensi diri?

Guru sebagai Fasilitator: Apa Artinya?

Di era modern, peran guru telah berubah. Jika dulu guru dianggap sebagai "otoritas tunggal" yang mentransfer pengetahuan, kini mereka diharapkan menjadi fasilitator—pemandu yang menciptakan lingkungan belajar inklusif dan suportif.
Sebagai fasilitator, guru tidak hanya mengajar materi, tetapi juga:

• Mendengarkan dengan empati.

• Menciptakan ruang aman untuk berekspresi.

• Mendorong partisipasi aktif tanpa rasa takut salah.

• Mengakomodasi keberagaman gaya belajar dan latar belakang siswa.

Perubahan ini berakar pada prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi saat siswa merasa percaya diri, bebas bereksperimen, dan tidak takut gagal.

Kenapa Inklusivitas Penting di Kelas?

Setiap siswa unik—dengan bakat, minat, dan kebutuhan yang berbeda. Sebuah kelas adalah miniatur masyarakat yang penuh keberagaman: dari latar belakang budaya, agama, hingga kemampuan fisik dan mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun