Ketika aku pulang, anak-anak sudah menunggu dengan antusias.
"Ini buat Fira, ini buat Dimas, dan ini buat Sari," kataku sambil menyerahkan hadiah mereka.
Wajah mereka langsung berbinar. Fira memelukku erat, Sari melompat kegirangan, dan Dimas langsung mencoba mobil-mobilannya.
“Terima kasih banyak, Pak!” seru Fira dengan mata berbinar, memelukku erat seolah tak ingin melepaskan. Sari, di sebelahnya, melompat-lompat kegirangan sambil berkata, “Ini hadiah terbaik yang pernah aku dapat!” Sementara itu, Dimas tak menunggu lama, langsung duduk di lantai dan mulai mencoba mobil-mobilannya, matanya penuh antusiasme. “Lihat, Pak! Mobilnya bisa mundur juga!” katanya sambil tertawa riang.
Aku ikut tertawa sambil membuka kantong untuk mengambil sisa uang. Di dalamnya aku menemukan sebuah catatan kecil. Tulisan tangan yang rapi namun sedikit goyah:
"Untuk malaikat kecilmu. Dari seseorang yang tahu bagaimana rasanya berjuang sendirian."
Aku tertegun. Air mataku mengalir tanpa bisa kutahan. Aku tidak pernah tahu siapa lelaki itu, tapi aku tahu satu hal: kebaikannya telah memberi kami sebuah akhir tahun yang tidak akan pernah kami lupakan.
Fira menghampiriku dan memelukku erat.
"Bapak, kenapa nangis?" tanyanya polos.
Aku hanya menggeleng dan membelai kepalanya.
"Tidak apa-apa, Nak. Bapak cuma bersyukur."