Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membaca sebagai Sarana Refleksi Diri

2 November 2024   00:49 Diperbarui: 2 November 2024   01:12 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pernahkah kamu merasa menemukan potongan diri sendiri di dalam sebuah buku?" atau, "Pernahkah kamu membaca satu kalimat, satu paragraf, atau mungkin satu bab, dan merasa seperti sedang bercermin?" Tak jarang, buku mampu menyajikan perspektif atau perasaan yang mungkin sebelumnya tak pernah kita bayangkan. Seperti seorang sahabat yang bijak, ia menyodorkan ide-ide, cerita, dan perjalanan yang menyentuh hati kita, lalu, tanpa disadari, mengajak kita untuk memahami lebih dalam tentang diri sendiri.

Bagi banyak orang, membaca bukan hanya sebuah aktivitas mengisi waktu luang. Lebih dari itu, membaca telah menjadi salah satu bentuk terapi diri yang diam-diam bisa menyentuh dan mengubah cara kita memandang hidup, mengajarkan bagaimana kita memahami perasaan, pemikiran, dan nilai-nilai yang membentuk siapa kita. 

Mari kita bersama-sama menyelami bagaimana aktivitas membaca dapat menjadi sarana refleksi diri yang mendalam, membantu kita untuk meraba sudut-sudut diri yang terkadang terlupakan, atau bahkan tidak pernah kita kenali sebelumnya.

1. Buku sebagai Cermin Emosi

Sering kali, saat membaca novel atau buku yang dekat dengan kehidupan kita, karakter-karakter di dalamnya menyuarakan sesuatu yang sangat kita kenal. Mungkin kita merasakan kegelisahan yang sama dengan tokoh yang baru kehilangan pekerjaan, atau kecemasan serupa dengan mereka yang mencari jati diri di dunia yang serba cepat ini. Buku mampu menggambarkan emosi yang tak selalu mudah diungkapkan, dan pada saat yang sama, menyadarkan kita bahwa perasaan tersebut juga dirasakan oleh orang lain.

Refleksi ini bukan hanya menyentuh permukaan; ia bisa mengajarkan kita cara mengelola emosi dengan lebih baik. Ketika kita melihat bagaimana karakter dalam sebuah cerita berjuang menghadapi kegagalan, kekecewaan, atau bahkan trauma, kita bisa mendapatkan wawasan baru. Kita belajar bahwa emosi kita valid dan ada cara-cara untuk menghadapi dan menerima emosi tersebut tanpa menghakimi diri sendiri.

2. Menemukan Nilai Hidup melalui Narasi Orang Lain

Dalam proses hidup, sering kali kita terjebak dalam rutinitas dan lupa merenungkan makna kehidupan kita. Melalui membaca, kita diajak untuk memasuki dunia yang mungkin sangat berbeda dari kehidupan sehari-hari kita. Buku seperti "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee atau "1984" karya George Orwell, misalnya, menawarkan pandangan yang kuat tentang keadilan, kebebasan, dan kemanusiaan. Nilai-nilai yang dibawa oleh cerita-cerita ini mendorong kita untuk menanyakan kembali: apa yang benar-benar penting bagi kita?

Dengan membaca, kita bisa mengambil waktu untuk berhenti sejenak dan mempertanyakan apakah kita sudah hidup sesuai dengan prinsip yang kita yakini. Buku membuka ruang bagi kita untuk mengeksplorasi nilai-nilai baru atau menguatkan yang sudah ada, membantu kita memperjelas arah dan tujuan hidup.

3. Menghadirkan Perspektif Lain untuk Melihat Diri Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun