Parenting, atau pola asuh, adalah salah satu tugas paling menantang yang dihadapi oleh banyak orang tua. Meskipun buku, seminar, dan sumber daya online menawarkan berbagai teori dan strategi, kenyataannya, mempraktikkan ilmu parenting tidaklah semudah membalikan telapak tangan dan membacanya di atas kertas. Banyak orang tua termasuk saya merasa terkejut saat menemukan bahwa menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari sering kali jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Â
1. Setiap Anak Unik
Salah satu tantangan terbesar dalam menerapkan ilmu parenting adalah bahwa setiap anak memiliki kepribadian, temperamen, dan kebutuhan yang berbeda. Buku parenting sering kali memberikan pedoman umum, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada satu pendekatan yang cocok untuk semua anak. Apa yang berhasil pada satu anak, mungkin tidak efektif pada anak yang lain.Â
Contohnya, cara mendisiplinkan anak agar cepat tidur malam hari tanpa perlu marah-marah. Berdasarkan ilmu parenting, kita sebagai orang tua harus memberi penjelasan yang sederhana: Jelaskan dengan lembut mengapa penting untuk tidur tepat waktu, misalkan kita beri alasan agar mereka punya energi untuk bermain besok. Gunakan kata-kata positif yang mudah dipahami anak. Namun,  pada kenyataannya sesuai pengalaman saya, cara lembut seperti itu tidak berhasil. Anak semakin manja dan malah jadi tidak mau tidur. Justru dengan cara sedikit keras dan tegas anak berhasil tidur walaupun dengan sedikit drama.
Â
Melihat hal tersebut kita sebagai orang tua perlu terus-menerus menyesuaikan strategi yang pasti bisa sangat membingungkan dan melelahkan.
2. Tekanan Emosional dan Mental
Ilmu parenting sering kali mengajarkan pentingnya tetap tenang, sabar, dan penuh kasih sayang dalam setiap situasi. Namun, menghadapi tangisan tanpa henti, tantrum, atau perilaku menantang lainnya, bisa menguji kesabaran dan emosi orang tua. Bahkan orang tua yang paling berpengalaman pun bisa merasa kewalahan dan frustasi.
Pengalaman ini terjadi saat saya melahirkan anak yang kedua dengan jarak hanya dua tahun dengan anak pertama. Kecemburuan dari anak sulung dengan sering mengganggu adiknya kadang memancing emosi. Alhasil anak sulung selalu menjadi sasaran kemarahan.
Mengelola emosi diri sendiri sambil mencoba menerapkan strategi parenting yang efektif sering kali menjadi tantangan yang berat. Ketika kelelahan fisik dan mental muncul, teori-teori ideal yang sebelumnya dipelajari bisa terlupakan, dan orang tua mungkin kembali ke pola asuh yang lebih reaktif atau impulsif.
3. Lingkungan dan Pengaruh Sosial
Selain faktor internal, lingkungan eksternal dan pengaruh sosial juga memainkan peran penting dalam bagaimana orang tua menerapkan ilmu parenting. Tekanan dari keluarga besar, teman, atau bahkan budaya setempat dapat membuat orang tua merasa terbebani untuk mengikuti cara-cara tertentu yang mungkin tidak sejalan dengan apa yang mereka pelajari atau yakini.