***
Beberapa jam kemudian, Ayu sudah duduk di meja makan rumah neneknya, masih di Yogyakarta, tempat dia tumbuh besar. Di hadapannya, sepiring jajanan pasar yang baru dibeli neneknya di Pasar Beringharjo terhidang. Ada lemper, klepon, dan cenil yang semuanya terasa begitu akrab di lidah Ayu, seperti rasa masa kecilnya yang perlahan kembali.
“Nek, Ayu ingat dulu waktu kecil Nenek sering ajak Ayu ke pasar ini. Dulu Ayu suka banget beli jajanan pasar yang kayak gini. Tapi kenapa Ayu sekarang lupa sama rasanya ya?” tanya Ayu sambil menyuap sepotong klepon ke mulutnya.
“Nenek juga nggak tahu, Yu. Mungkin kamu terlalu sibuk sama dunia yang baru buat kamu lupa sama yang lama,” jawab neneknya sambil tersenyum, menatap cucunya dengan penuh kasih sayang.
Ayu terdiam. Dia mengingat kembali masa kecilnya. Bagaimana neneknya selalu membawanya ke Pasar Beringharjo, membelikannya jajanan yang sama seperti yang sekarang di depannya. Bagaimana mereka berdua tertawa bersama, menikmati setiap momen di pasar itu.
“Kalau kamu mau tahu, di pasar ini ada banyak spot yang bagus untuk foto, lho. Banyak turis yang datang ke sini bukan cuma buat belanja, tapi juga buat foto-foto. Kamu nggak mau coba?” tanya neneknya, mencoba meyakinkan Ayu.
Ayu terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran neneknya. Mungkin, pikirnya, tidak ada salahnya mencoba. Setidaknya, dia bisa memberi kesempatan pada pasar itu sebelum benar-benar menolaknya.
“Baiklah, Nek. Besok pagi Ayu temani Nenek ke pasar. Kita lihat saja apa yang bisa Ayu dapatkan di sana,” jawab Ayu akhirnya.
***
Keesokan paginya, Ayu dan neneknya sudah berada di Pasar Beringharjo. Pasar itu sudah ramai meski masih pagi. Suasana khas pasar tradisional langsung menyergap indra Ayu—bau rempah-rempah, teriakan para pedagang, dan gemuruh suara keramaian. Semua terasa sangat kontras dengan kafe-kafe modern yang biasa dikunjungi Ayu.
Namun, ada sesuatu yang mulai menarik perhatian Ayu. Di balik kerumunan itu, dia mulai melihat keindahan yang selama ini tak pernah disadarinya. Cahaya pagi yang masuk melalui celah-celah atap, kontras warna-warni kain batik yang tergantung di kios-kios, serta ekspresi wajah pedagang yang tulus saat berbicara dengan pembelinya. Semua itu mulai membentuk gambar-gambar indah di benaknya.