Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berharap, Bertahan, Berdoa

5 Agustus 2024   11:39 Diperbarui: 5 Agustus 2024   11:47 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
id.pinterest.com/vecteezy

"Kalau ditolak lagi, aku mau jadi tukang ojek online aja. Daripada begini terus, makan hati," keluh Andri pada istrinya, Nita, di ruang tamu apartemen sederhana mereka. Nita menghela napas panjang, wajahnya yang biasanya cerah kini diselimuti mendung. Ia tahu betul bagaimana rasanya menjadi sarjana yang terombang-ambing di lautan pengangguran. Usia Andri yang sudah kepala tiga menjadi tembok tebal yang menghalangi jalan menuju karier impiannya. "Sabar, Mas. Rezeki tak akan lari ke mana. Mungkin belum saatnya saja," Nita mencoba menenangkan, meski hatinya sendiri dipenuhi keraguan. Andri tersenyum kecut. "Sabar? Sampai kapan? Usiaku bukan anggur yang makin tua makin berharga. Ini Jakarta, Nita. Kota yang memuja kaum muda. Aku ini seperti fosil di museum, hanya bisa dipandang tapi tak bisa diajak berdansa." Nita terdiam, tak tahu harus berkata apa lagi. Ia hanya bisa berharap keajaiban datang mengetuk pintu mereka.

Keesokan harinya, Andri kembali bertualang mencari pekerjaan. Ia sudah hafal betul rute TransJakarta dan jalan-jalan tikus di Jakarta. Curriculum vitae-nya sudah tersebar di berbagai perusahaan, tapi hasilnya nihil. Ia merasa seperti pelari marathon yang tak kunjung melihat garis finish.Di tengah perjalanan pulang, Andri melihat kerumunan orang di depan sebuah gedung perkantoran. Rasa penasaran mengalahkan rasa lelahnya. Ia mendekati kerumunan itu dan bertanya pada seorang bapak paruh baya.

"Ada apa ini, Pak? Kok ramai sekali?"

"Oh, ini kantor Mojek lagi buka lowongan driver baru. Katanya sih gajinya lumayan," jawab bapak itu sambil tersenyum. Andri mengerutkan kening. Mojek? Bukankah itu perusahaan ojek online? Apa ia harus banting setir menjadi tukang ojek? "Ah, daripada nganggur, mending coba aja," gumam Andri dalam hati. Ia pun ikut antre bersama ratusan pelamar lainnya. Berjam-jam ia menunggu giliran, hingga akhirnya dipanggil untuk wawancara.

"Nama?" tanya pewawancara, seorang wanita muda yang terlihat ramah.

"Andri, Mbak."

"Usia?"

"Tiga puluh dua tahun."

Pewawancara itu terdiam sejenak, lalu menatap Andri dengan tatapan penuh selidik. "Bapak yakin mau jadi driver Mojek? Ini bukan pekerjaan kantoran, lho." Andri mengangguk mantap. "Saya yakin, Mbak. Saya butuh pekerjaan, apapun itu."

"Baiklah, kalau begitu. Bapak diterima. Silakan ikut pelatihan besok." Andri terkejut sekaligus senang. Ia tak menyangka akan diterima begitu saja. Ia merasa seperti mendapat durian runtuh di musim kemarau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun