Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekuatan Pancasila dalam Menyelesaikan Konflik Pada Anak

31 Mei 2023   15:28 Diperbarui: 31 Mei 2023   15:32 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.pinterest.com/pin/871587334117410275/

Dalam kehidupan sehari-hari, sebuah konflik memang tak dapat dihindari. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat, konflik seringkali muncul sebagai hasil dari perbedaan pendapat, kepentingan yang bertabrakan, atau ketidaksepahaman antara individu atau kelompok. Bagi anak-anak, konflik bisa menjadi momen yang menantang dan membingungkan. Namun, jika diajarkan dengan baik, konflik juga bisa menjadi peluang bagi mereka untuk belajar tentang toleransi, keadilan, dan pemecahan masalah yang adil. Dalam konteks ini, mengajarkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak dapat menjadi landasan yang kuat dalam menyelesaikan konflik.

Mengajarkan nilai-nilai Pancasila dalam menyelesaikan konflik pada anak-anak bukan hanya tentang memberikan mereka alat praktis untuk menyelesaikan perselisihan, tetapi juga tentang membentuk karakter yang kuat dan kesadaran sosial yang tinggi. Nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong, keadilan, kebersamaan, dan musyawarah menjadi pijakan moral yang penting dalam mengatasi konflik secara konstruktif. Ketika anak-anak memahami dan menerapkan nilai-nilai ini, mereka belajar untuk mendengarkan dengan empati, berbicara dengan hormat, dan mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Dalam prosesnya, mereka juga mengembangkan keterampilan komunikasi yang efektif, berpikir kritis, dan kemampuan untuk mencapai kesepakatan yang adil.

Seperti yang pernah saya alami beberapa waktu lalu di sekolah. Bendahara kelas melaporkan bahwa uang kas yang mereka pegang jumlahnya tidak sesuai dengan yang ada di catatan kas. Permasalahan tersebut memicu konflik antarteman. Mereka saling menyalahkan, saling menuduh, saling curiga dan saling-saling negatif lain yang menimbulkan suasana tidak nyaman serta tidak kondusif untuk belajar dan berteman. Konflik itu tidak hanya terjadi di sekolah saat mereka bertemu tetapi sudah merambat ke sosial media dengan saling serang meluapkan emosi menggunakan kata kasar, melemparkan isu tanpa dasar dan bukti.

Melihat situasi tersebut sebagai wali kelas, saya langsung bergerak cepat segera bertindak. Terlebih dahulu saya mengajak pengurus inti kelas untuk duduk bersama mengkonfirmasi dan mengklarifikasi permasalah yang terjadi di kelas. Mereka menjelaskan duduk perkara dengan jelas walau terbata. Setelah selesai menyimak pemicu konflik tersebut saya meminta mereka terutama bendahara kelas untuk memeriksa kembali catatan keuangan juga meminta bantuan untuk melakukan investigasi. 

Langkah selanjutnya, saya ajak teman-teman lain berdiskusi berbagi pendapat, mendengarkan dengan empati dan menghargai sudut pandang orang lain untuk menemukan solusi, memecahkan permasalahan yang menimbulkan konflik tersebut. Saya tekankan agar mereka menganalisis dan mempertimbangkan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam memecahkan konflik tersebut. Menemukan cara untuk mencapai keadilan, persatuan, atau musyawarah dalam situasi konflik yang sedang terjadi. Memilih kalimat dan diksi yang tepat agar tercipta suasana damai dengan kepala dingin. Saat itu memang cukup lama dan alot kami berdiskusi karena tidak semua anak mau memberikan pendapat. Mereka masih memegang ego masing-masing. 

Ada anak yang memang berani mengeluarkan pendapat ada juga yang sama sekali tidak mau berpendapat karena malu atau bahkan tidak mau tahu. Ada yang merasa paling benar ada juga yang merasa terpojok karena pernyataan yang disampaikan teman-teman lain. Namun, setelah saya berikan pandangan bahwa sebagai satu keluarga di sekolah juga sebagai warga negara Indonesia yang berbhineka sepatutnya kita menghayati nilai-nilai Pancasila akhirnya tercapailah suatu mufakat dan solusi untuk menyelesaikan konflik yang ada. 

Bendahara kelas dengan rendah hati meminta maaf atas kelalaian dalam mencatat kas kelas dan bersedia mengganti kas yang hilang tetapi, teman-teman lain sepakat bersama-sama untuk mengganti sejumlah kas yang hilang karena mereka juga merasa ikut andil atas kehilangan tersebut. Setelah selesai diskusi tersebut mereka saling meminta maaf atas kesalahpahaman dan kata-kata tidak menyenangkan yang sudah mereka lontarkan. Sikap tersebut dapat menciptakan keharmonisan, kenyamanan terutama dalam suasana pembelajaran di sekolah.

Nilai-nilai Pancasila seperti keadilan, musyawarah, persatuan, kerakyatan, dan gotong royong menjadi pondasi dalam membangun sikap dan perilaku yang positif dalam menyelesaikan konflik. Dengan mengajarkan anak-anak untuk mendengarkan dengan empati, menghargai perbedaan pendapat, berpikir kritis, dan mencari solusi yang adil, kita membentuk mereka menjadi individu yang mampu memecahkan konflik dengan bijak dan membangun hubungan yang harmonis.

Mengajarkan nilai-nilai Pancasila dalam pemecahan konflik pada anak bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan investasi berharga untuk masa depan mereka dan masyarakat secara keseluruhan. Melalui pendekatan yang holistik dan inklusif, seperti dialog dan diskusi kita dapat membentuk generasi yang memiliki pemahaman mendalam tentang pendidikan Pancasila dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai pendidik, orang tua, dan anggota masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk melibatkan anak-anak dalam proses belajar mengenai nilai-nilai Pancasila dalam pemecahan konflik. Dengan demikian, kita mampu membangun fondasi yang kuat bagi mereka untuk menjadi individu yang mampu berkontribusi positif dalam membangun masyarakat yang damai, adil, dan berkeadilan. Mari bersama-sama menjadikan pendidikan nilai-nilai Pancasila sebagai pijakan penting dalam mengatasi konflik dan membangun masa depan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun