Mohon tunggu...
Bastian Jabir Pattara
Bastian Jabir Pattara Mohon Tunggu... -

KENAPA HARUS BELAJAR MENDENGAR?\r\n\r\nDalam mempelajari ilmu komunikasi, banyak manfaat yang didapatkan dalam mengelola hidup kita, mulai dari pengembangan diri sendiri, membina hubungan harmonis dengan keluarga, membangun relationship dengan lingkungan kita, dan meningkatkan kinerja dalam organisasi, institusi dan perusahaan dimana kita berada. \r\n\r\n\r\n\r\nSemua itu dapat terjadi karena 70% waktu bangun kita digunakan untuk berkomunikasi, komunikasi yang dimaksud adalah membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan. Menurut penelitian Rankin (1926), urutan bentuk komunikasi tersebut, terdiri dari 42% mendengar, 32% bercakap, 15% membaca, dan 11% menulis.\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nMelihat dari data diatas, selayaknya manusia lebih banyak menggunakan kecerdasan mendengarnya, daripada kecerdasan berbicara, akan tetapi apa yang terjadi sekarang ini, seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan public speaking, MC, pelatihan retorika untuk menjadi orator handal, dan lain-lain, banyak menjamur demi meningkatkan kecerdasan berbicara, tetapi pencerahan mengenai kecerdasan mendengar, jarang atau bahkan tidak pernah kita temukan, untuk itu blog ini hadir untuk sedikit memberikan pencerahan mengenai manfaat, tips dan trik bagaimana mendengar efektif.\r\n\r\nSemoga bermanfaat!\r\n\r\nSalam Mendengar.\r\n\r\nBastian Jabir Pattara\r\n(bastian_jabir@yahoo.com #mobile +6285.220.660.999)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hanya 143 Penduduk Indonesia yang Doktor

19 Februari 2015   20:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:53 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

"Kekuatan Hasrat"

Salah satu cara untuk meraih kesuksesan adalah dengan meningkat daya jual diri dengan cara menempuh pendidikan yang lebih baik, karena semakin baik tingkat pendidikan kita, maka akan semakin tinggi nilai jual kita. Makin tinggi nilai jual diri kita, maka makin tinggi nilai jual daerah atau bangsa kita.

Namun data dari bps.go.id pada tahun 2013, ternyata masyarakat Indonesia hanya sekitar 18,53 persen yang bisa melanjutkan pendidikan hingga sarjana (S1), dan hanya 2.394 orang per 1 juta penduduk yang bisa menjadi Magister (S2), serta hanya 143 orang per 1 juta penduduk yang bisa menjadi Doktor (S3).

Salah satu faktor utama masyarakat Indonesia tidak dapat melanjutkan pendidikannya adalah faktor ekonomi. Makanya Undang-Undang mengenai Pendidikan Nasional (No. 20/2003) menyatakan bahwa Pemerintah diberi mandat untuk mengalokasikan 20% dari pengeluarannya untuk anggaran pendidikan, namun ternyata itupun belum menjawab tantangan kurangnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia.

Lalu, kalau negara kita tidak sanggup untuk membuat kita menjadi pintar lewat pendidikan formal yang semakin mahal biayanya, apakah kita harus menerima keadaan kita apa adanya? Padahal kita sudah menyadari bahwa tidak ada yang mampu mengubah kondisi yang ada pada diri kita termasuk negara kita, tanpa kita memiliki hasrat yang kuat untuk mengubahnya sendiri, bahkan Tuhan sendiripun tidak mau mengubahnya kalau kita sendiri tidak berusaha untuk mengubahnya. "Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (Qs.13:11).

Hasrat yang kuat, keinginan yang besar yang akan memberikan kita motivasi untuk dapat bertindak cepat untuk mengubah keadaan yang belum sesuai dengan harapan yang ada pada diri kita.

Walaupun tidur hanya beberapa jam dalam satu malam, namun dengan hasrat yang kuat, akan membuat kita tetap segar dan bugar, seperti Andra yang harus bangun setiap jam 3 pagi, agar bisa datang ke tempat pemotongan hewan, sebelum sapi-sapi disana dipotong, lalu mengumpulkan kulit-kulit sapi yang sudah dipotong secara berutang kepada pemilik sapi, karena Andra sudah dipercaya kejujurannya, nanti setelah dijual kepedagang pengumpul kulit sapi, lalu hasilnya diberikan kepada pemilik sapi, dan selisihnya Andra simpan untuk biayanya kuliahnya, itu dilakukan Andra hingga dia memperoleh gelar sarjana ekonomi, dan setelah Sarjana dia membuka usaha lain, dengan belasan karyawan dan omzet milyaran rupiah perbulan, kini Andra sudah memiliki ratusan hektar kelapa sawit, yang dia beli dari sisa hasil usahanya per tiga bulan.

Setiap jam 3 pagi, Dera sudah bangun, dan setelah sholat malam, Dera memasak nasi kuning, dan berbagai macam gorengan, dan setelah sholat subuh Dera menitipkan jajanannya ke kantin sekolah dasar dekat rumahnya. Setiap hari Dera memiliki keuntungan bersih 10 - 15 ribu perhari, lalu dia tabung, untuk membiayai kuliahnya hingga menjadi Sarjana Agama. Sekarang Dera sudah menjadi Kepala Sekolah di kampung halamannya.

Setiap pulang dari sekolah. Wahyudi, yang baru kelas VII SMP, berangkat jualan berger keliling dengan gerobak becak pinjaman modal dari saudaranya. Wahyu mampu menjual 30 pcs berger dengan harga 5 ribu/pcs perhari, dan dapat mendapatkan selisih bersih 50 ribu/hari  untuk biaya kos, makan dan untuk membiayai sekolahnya. Sekarang Wahyu masih kelas VIII atau kelas 2 SMP.

Kisah kehidupan diatas adalah buah dari hasrat yang kuat dan keinginan yang tinggi untuk mengubah nasib mereka agar tetap bisa sekolah dengan baik. Sebagaimana pepatah Skotlandia "lebih baik menyalakan lilin-lilin kecil, ketimbang hanya menyumpahi kegelapan". Mendingan kita berbuat dari hal yang terkecil dengan konsisten, daripada mengutuk negara yang tidak mampu atau tidak mau memberikan kita beasiswa dan kemudahan untuk kita dapat. melanjutkan pendidikan.

Hasrat yang membara adalah energi yang membuat lilin lilin kecil menerangi harapan yang masih gelap, menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin, membuat jalan buntu menjadi terbuka, dan hasrat adalah kekuatan untuk tetap membuat kita tetap termotivasi untuk selalu melangkah maju dan lebih baik. Selamat menjaga hasrat kita untuk tetap membara, dan semoga Tuhan selalu meridhoinya, aamiin...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun