Mohon tunggu...
Simon Lao Seffi
Simon Lao Seffi Mohon Tunggu... Guru - Belajar Menulis

Guru di SMAN 2 Fatuleu Barat, kab. Kupang, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hujan Anggaran Kemarau Kejujuran di Batas Negeri

2 Agustus 2017   11:35 Diperbarui: 2 Agustus 2017   11:48 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: cintalagu.biz

Hemat penulis, awal keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dimulai ketika dokumen rencana anggaran biaya (RAB) dan petunjuk teknis pengerjaan serta dokumen lain sejenis dipelajari, didiskusikan, dan dipahami oleh semua elemen masyarakat. Sebab, selama ini, bahkan rencana anggaran biaya (RAB) dan dokumen sejenis menjadi rahasia yang tidak mudah diketahui oleh masyarakat umum. Dalam proses pengerjaan, perwakilan elemen masyarakat yang diutus oleh forum diskusi sebelumnya juga terlibat mengawas secara rutin dan terukur. Indikasi penyimpangan bisa langsung ditindak oleh masyarakat saat itu. Jika tidak diintervensi saat itu, meski kemudian para tikusnya tergiring ke ranah hukum, buruknya kualitas proyek atau bahkan yang tidak bisa dinikmati sama sekali relativ tidak segera dibenahi. 

Setelah selesai, persetujuan masyarakat secara kolektiv juga menjadi elemen penting saat alih tangan (PHO). Yang terjadi selama ini, hanya pemerintah desa atau kecamatan yang menerima alih tangan dari pihak pengembang. Bahkan, tak jarang, buruknya kualitas proyek termasuk yang kental aroma penyimpangan diabaikan oleh oknum aparatur saat PHO. Yang terjadi di Amfoang Timur adalah bagian dari contoh yang demikian.

Pada posisi ini, kaum intelektual di batas negeri yang mesti memfasilitasi masyarakat agar terlibat aktif mengawal pengerjaan setiap proyek. Memobilisasi kekuatan massa rakyat sesuai prosedur berdemokrasi untuk menekan pemangku kepentingan yang menghambat akses keterlibatan rakyat dalam setiap proyek bukan hal yang salah. Kaum intelektual yang demikian adalah para guru progresif yang tidak hanya hadir di depan kelas lalu tak sadar persoalan sosial di sekitarnya. Mereka adalah para pendeta, romo, dan pimpinan umat yang sudah bosan membuai umat dengan suara kebenaran yang terlalu tinggi mengangkasa sehingga tak mendarat pada persoalan sosial jemaat. Mereka adalah para mahasiswa dan sarjana yang memiliki kepekaan sosial, dan tidak hanya berdiam diri karena takut tak bisa menjadi tenaga kontrak atau CPNS meski ketidakjujuran terlihat kentara di depan mereka. Kaum intelektual yang demikian adalah kaum yang sadar bahwa melawan ketidakjujuran juga merupakan kepatuhan terhadap Tuhan. 

Dengan begitu, hujan anggaran mampu menyuburkan ekonomi massa rakyat yang selama ini mengalami kemarau kejujuran. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun