Sebagai seorang pendidik di sekolah "pinggiran" kota Semarang, memaksaku untuk selalu mencurahkan perhatian serta pikiran bagaimana agar siswa-siswiku tidak selalu tertinggal dibanding dengan rekan-rekan mereka yang berada di tengah-kota. Walau terkadang terlintas rasa miris juga manakala memperhatikan cara bergaul serta perkembangan anak-anak kota itu.
Perhatian serta keinginan yang silih berganti dengan sedikit rasa khawatir ini, menuntunku pada kenyataan bahwa banyak diantara mereka yang mulai kehilangan kecintaan akan budaya bangsa sendiri, dan tergantikan dengan kebiasaan serta kebudayaan asing yang belum tentu baik bagi diri siswa didikku. Mereka lebih asyik berlama-lama  memperhatikan "wall"  FB nya  dari pada mencermati serta memaknai pagelaran wayang yang syarat dengan nasehat dan sering diselenggarakan di Balai Kelurahan. Atau jemari mereka lebih terampil memainkan keypad Hp dari pada mencoba berlatih "membatik" semisalnya. Berbicara tentang batik, kita semua tahu bahwa warisan budaya "Adiluhung" ini merupakan warisan leluhur yang bercitarasa seni sangat tinggi, dan secara turun temurun oleh para pendahulu kita dicoba untuk dipertahankan keberadaannya serta kemanfaatannya di tengah masyarakat. Namun, tercekat perasaan ini sesaat terbersit berita bahwa ada negara lain yang mencoba "mengambil alih" warisan budaya asli Indonesia ini sebagai milik mereka. "Ooo... itu kan karena mereka juga punya kebiasaan serta ketrampilan untuk membuat batik seperti kita..." kata seorang teman dengan santai diantara obrolan kami. Walau hati kecilku sedikit membenarkan celoteh satu rekan, namun ada rasa tidak rela kalau "batik", sungguh hilang dari tangan anak negeri  dan beralih dimiliki oleh negara lain. Galau menyelimuti perasaan ini. Kekhawatiran  semakin menjadi manakala aku kembali pada siswa didikku, dimana mereka seolah tidak peduli dengan kemungkinan hilangnya warisan budayanya sendiri, atau karena memang mereka tidak tahu.... . Angankupun melayang... , sebagai seorang pendidik, kenapa mereka tidak aku ajarkan saja cara-cara membatik. Selain kalau berhasil nantinya karya itu akan membawa manfaat, juga secara tidak langsung akan aku ajarkan pada mereka, siswa-siswiku terasayang untuk mencintai warisan budayanya sendiri. Dibantu oleh seorang teman yang aku anggap mampu mengajari tentang tehnik membatik, mulailah kami mengajarkan cara-cara membatik pada mereka. Semula hanya sebatas untuk kegiatan Ekstrakurikuler, namun disertai dengan semangat "Penyelamatan Batik" juga senyum ceria anak-anakku yang mulai tumbuh kecintaannya pada seni batik, kami berhasil meyakinkan pada sekolah agar Ketrampilan membatik ini masuk dalam materi Intrakurikuler di sekolah. Alhamdulillah..., dengan sedikit kesabaran serta ketekunan dari siswa-siswiku, sekarang ini terpajang di "Kelas Galery" kami, karya-karya batik yang cukup membanggakan, bahkan ada diantara siswa kami telah berani maju sebagai duta sekolah dalam lomba-lomba design batik tingkat umum. Walaupun belum mampu sebagai juara, namun dimataku merekalah calon-calon juara yang mampu mengalahkan kekhawatiranku akan hilangnya "Batik" dari negeri ini, semoga .... [caption id="attachment_107624" align="aligncenter" width="270" caption="karya siswaq"][/caption] [caption id="attachment_107626" align="aligncenter" width="270" caption="karya siswaq"][/caption] [caption id="attachment_107625" align="aligncenter" width="270" caption="karya siswaq"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H