Pengalaman saya sebagai pegawai di tempat baru mengenai motor kemarin saya publish di KOMPASIANA ini dengan judul Motor Pribadi Jadi Motor Kantor. Silakan anda kunjungi. Kali ini saya ingin berbagi pengalaman bagaimana seseorang mengusili saya sebagai orang baru.
Di kantor, saya ditempatkan di bagian operator komputer atau lebih tepatnya bagian pengetikan. Di tempat itu sebetulnya sudah ada orangnya. Jadi saya sekedar membantu meringankan dia. Tapi rupanya mental sebagian orang tidak siap dengan adanya partner baru dalam bekerja. Orang semacam itu akan berpikir bahwa "lahan"nya akan direbut. Begitulah, dia (selanjutnya saya sebut teman ruangan) mulai dengan aksi-aksinya yang tak berbalas. Sebab saya malas meladeni dia.
Suatu ketika saya di perintah kepala saya untuk mengunjungi sebuah sekolah untuk menemui seseorang. Sebagai orang baru tentu saya tidak mengetahui lokasi sekolah tersebut. Hal ini diperparah dengan kondisi daerah yang terpencil (pegunungan) dan dengan medan yang sulit (banyak tanjakan, licin, tak beraspal dll). Maka, bertanyalah saya kepada teman-teman mengenai lokasi tersebut. Mereka berebut menjawab pertanyaan saya. Mereka berusaha menjelaskan sejelas-jelasnya tentang lokasi tersebut (rupanya mereka merasa bangga dengan mengetahui lokasi yang tidak saya ketahui). Lama saya memahami lokasi tersebut tapi akhirnya mengerti juga.
SEBELUM TAU SETELAH?
Tidak lupa teman ruangan saya nimbrung. Kali ini dia memberi penjelasan terakhir. " ... Nah di pertigaan tersebut ada pangkalan ojek kan. Tak jauh sebelum pangkalan ojek itu ada pertigaan kecil ke kanan dan naik. Mas ambil jalan itu saja. Hanya seratusan meter dari pertigaan itu...." urainya panjang lebar. "Oh... ya...ya..." guman saya seolah memahami. Ada sedikit keanehan dengan penjelasan teman-teman yang lain tadi. Bedanya teman-teman mengatakan bahwa tak jauh setelah pangkalan ojek itu ada pertigaan kecil ke kanan dan naik. Apapun penjelasan mereka saya tetap berangkat. Tentu saja saya lebih memercayai teman ruangan saya sebagai bentuk penghormatan saya pada dia. Lalu berangkatlah saya.
Setelah mendekati lokasi pangkalan ojek saya kurangi kecepatan motor saya. Dan... benar sebelum pangkalan ojek ada pertigaan ke kanan. Seingat saya, saya tersenyum menang saat itu. Tanpa pikir-pikir lagi saya banting setir kekanan dan mulai memasuki tanjakan licin yang tak beraspal. Saya berpikir dalam hati," Begini ya... lokasi sekolah di daerah terpencil". Dengan hati-hati sekali saya pacu motor saya dengan kecepatan tak lebih dari 5 km/jam. Saya takut terperosok lobang-lobang menganga dan terpeleset jalan licin. Sudah seratusan meter saya lalui tapi saya tak kunjung menemukan sekolah yang saya cari. Sepertinya tidak ada tanda-tanda akan ada gedung sekolah di depan saya. Takut tersesat terlalu jauh sayapun bertanya kepada penduduk. Astaga! Jalan yang saya tempuh keliru! Menurut penduduk saya harus kembali ke pangkalan ojek tadi dan tak jauh dari situ ada pertigaan ke kanan. Nah saya harus mengambil jalan itu.
Sambil mengucap terima kasih saya kembali dan segera menuju arah yang dimaksud. Benar. Ada pertigaan ke kanan dan saya menuju ke sana dan tak lama saya menemukansebuah gedung sekolah. Sekolah itulah yang saya cari dan saya berhasil menemui orang yang dimaksud kepala saya. Leganya saya.
Ini baru pertama saya di usili teman saya. Beberapa kali teman ruangan saya mengusili saya dan akan saya uplod di sini dalam waktu dekat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H