Mohon tunggu...
Bekti Cahyo Purnomo Syah
Bekti Cahyo Purnomo Syah Mohon Tunggu... Penulis - Menulis adalah caraku melukis keindahan lewat rangkaian aksara manja tak bernyawa.

Penulis Freelance, bloger, Novelis, email; bekticahyopurnomo@gmail.com Ig/twitter, Yutube: @belajarbersamabisa fbgroup; Belajar Bersama Bisa dan Bebebs.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukankah Kita dari "Ibu" yang Sama? Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

4 Februari 2019   03:21 Diperbarui: 4 Februari 2019   03:31 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar: flickriver.com/ipoenkgraphic

Sejarah mencatat, ribuan tahun bangsa ini membangun peradaban, tumbuh berkembang dengan kehidupan tradisi dalam ketradisionalan-nya, melalui benang merah panjang menembus ruang, dekade dan masa.  Ia melahirkan bermacam bentuk rupa budaya serta peradaban dalam keberagaman dari kearifan dan kebijaksanaan. Ia melahirkan suku-suku bangsa yang akhirnya menjelma menjadi Indonesia, terdiri dari beragam suku menyatu harmoni dalam kesepakatan bersama. 

Bukankah sangat jelas, kita dari 'ibu' yang sama? Lantas kenapa perbedaan dijadikan alasan untuk memecah nada-nada harmoni yang telah terbangun sejak ribuan tahun lalu. Kita tinggal di atas tanah yang sama, minum dari air yang sama dan mungkin menjadi makanan cacing, terkubur di tanah yang sama. 

Jika Ibu pertiwi sama dengan Ibu Jari, maka bayangkan jika tanpanya, sudah pasti banyak pekerjaan tidak dapat dilakukan.  Ibu jari diciptakan Allah bukan tanpa tujuan, adalah untuk manusia menata, melestarikan dan mengurus bumi ini sebaik mungkin. 

Tanpa batas, proyeksi, sel otak manusia diberikan Kecerdasan agar mampu leluasa mengelola semesta, dalam hal ini adalah bumi pertiwi.  Bumi dengan dengan segala warna keindahan di titipkan pada Manusia Indonesia untuk dimanfaatkan, dikolala searif mungkin agar kesinambungan terjaga abadi selamanya. 

Sebuah kecerdasan diberikan bukan untuk menyakiti hati 'Ibu' dengan memakan saudara sendiri, apalagi merusak hanya karena perbedaan pandangan politik dan perebutan kekuasaan sesaat. Siapakah 'Raja' yang harus dilindungi? Adalah anak-anak ayang akan menjadi penerus dan orang tua renta yang telah berjasa membesarkan kita menjadi tangguh. 

Olehnya, dalam pangkuan sama Ibu Pertiwi, manusia dititipi talenta berbeda untuk sebuah pekerjaan berbeda. Untuk tetap tumbuh bersama sesuai kebutuhan di lingkunganya dan ini adalah bentuk keadilan dan peradaban budaya. Sebuah warisan luhur, yang menyimpan nilai tidak terhingga. 

Bukankah kita satu 'Ibu'? Perbedaan bukan alasan untuk perpecahan. Jangan... Janganlah buat 'Ibu' kita menangis!! 

Jakarta 04/02/2019 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun