Beberapa orang lalu mengikat erat-erat tubuh Diang  di batang pohon. Sedang yang lainnya menyiapkan potongan kayu dan meletakkannya di sekeliling pohon.Mereka kemudian beramai-ramai menyiramkan minyak tanah ke tubuh Diang.
Malam itu suasana riuh dan mencekam. Angin berhembus tak beratur. Mencekam dan amarah menjadi satu.
Bau minyak tanah yang menyengat dan rasa dingin yang mendadak menerpa tubuhnya membuat Diang siuman.
" Hemmmhh... ", Mendengus meronta penuh amarah.
Matanya garang gersang menatap orang-orang yang mengerumuninya. Diang membuka mulutnya lebar-lebar, lalu dari tenggorokannya keluar teriakan melengking yang menulikan telinga.
"Aaakkhhhh....."Semua orang spontan menutup kuping mereka. Membuat pendengarnya gemetar.
Salah satu penduduk kampung berlari mendekati Diang dengan membawa obor dan langsung menyulut tumpukan kayu yang sudah basah oleh minyak tanah. Tindakan itu diikuti oleh penduduk lainnya. Mereka menyulut kayu dari sisi yang berbeda. Api mulai merambat, dan menjilat tubuh Diang.
"Tunggu pembalasanku...! Kalian akan mendapatkan kematian yang sangat mengngerikan,"kutuk Diang dengan penuh dendam.
Di tengah kobaran api yang menyala-nyala, Diang tertawa mengejek dendam, seolah sedang merendahkan musuh-musuhnya. Suara tawa yang mengerikan membuat semua orang mengkirik.
Satu per satu penduduk desa menyingkir dengan menyimpan rasa takut di hati, meninggalkan Diang  yang terus tertawa yang menyayat-nyayat jiwa dalam kobaran api itu.
Aroma manusia panggang menyeruak ke udara. Semua binatang malam bersuara resah mencekam.
Hingga sebelum akhirnya membisu untuk selamanya. Tersisa suara gemeretik api yang masih membakar residu tubuh Diang Ama.