Mohon tunggu...
Bekti Gojagie
Bekti Gojagie Mohon Tunggu... -

Pikiran sering lupa bahwa ada banyak ingatan dalam dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tommy Page, Memoria untuk Pilkada Jakarta

5 Maret 2017   12:48 Diperbarui: 5 Maret 2017   22:00 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Life is full of lots of up ad downs,  and  the distance feel further when  your headed on the ground. Demikian  lirik pembuka lagu A Shoulder to Cry On-nya Tommy Page yang dikabarkan meninggal hari ini (5/3/2017).   Bahwa Tommy kabarnya meninggal secara tidak wajar, itu adalah kesedihan, dan saat ini kita bisa hadir lewat doa-doa.  

Lagu ini release tahun 1988, yang berarti waktu itu para calon gubernur DKI masih kinclong-kinclong. Bung Basuki berumur sekitar 22 tahun, Bung Anis 19 tahun dan Bung Agus 10 tahun. Bisa jadi  waktu itu,  Bung Basuki dan Bung Anis masih suka nombak, alias naik bus dan pegangan besi panjang di atas, sementara  Bung Agus masih  bercelana merah dengan dasi bertuluskan Tut Wuri Handayani. Tentang lagu itu, sangat mugkin Bung Basuki dan Bung Anis lah yang memiliki kisah serta kenangan terkait. Sangat mungkin pula, di tahun-tahun itu mereka mengalami  suasana yang terlukiskan dalam lirik itu, bahwa life is full of lots of up and down, bahwa hidup itu sungguh naik turun, dan bahwa dalam kondisi itu mereka merindukan hadirnya seseorang yang bisa diandalkan. Masa lalu adala hjejak, dan pola-pola jejak itu mengantarkan pada kondisi saat ini. Pola-pola tetang bagaimana biasaya kedua bung ini menghadapi hidup yang naik turun itu, teman-teman dekat mereka selalu bisa ditanya untuk menemukan fakta-faktanya.

Tapi bisa juga terjadi, saat itu mereka justru menjadi orang yang dirindukan, atau yang diharapkan bisa diandalkan, atau untuk mejadi shoulder to cry on bagi yang membutuhkan. Mereka pun  mugkin megingat hal itu, juga teman-teman mereka di masa lalu, tahu benar tentang bagaimana mereka hadir, atau tidak hadir. Teman-teman dekat mereka selalu bisa ditanya untuk menemukan fakta-faktanya, yang tak lain juga gizi-gizi pembentuk karakter mereka.

Dalam Pilkada ini, kemudian menjadi penting untuk bertanya dan cari tahu tentang masa lalu, juga tentang  pola-pola mereka dalam berperilaku dan mengambil keputusan. Tanya dan cari tahu bagaimana mereka hadir ketika ada kasus korupsi, ketika ada banjir, sekolah rusak, warga sakit,  dan seterusya. Juga bagaimana konsistensi sikap mereka terhadap sebuah perkara atau fenomena. Dengan cara ini  akan tersuguhkan  fakta dan pola-pola yang bisa dibaca sebaga ipertimbangan untuk memilih salah satu dari mereka.  

Jika setiap pemilih pilkada mau untuk melakukan ini, yakni untuk bertanya dan cari tahu ketimbang nurutin arus kiri kanan saja, maka tidak banyak lagi yang perlu dikhawatirkan. Dan pilkada  kemudian bisa menjadi ekspresi kegembiraan rakyat.  Yang dicari adalah benar-benar pada kualitas pemimpinnya yang bisa dipercaya dan tidak sumbang untuk meyanyi, “I' ll be there, I'll be your shoulder to cry on... I' llbe there, I'll be the one you relay on... and I'll be there...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun