Mohon tunggu...
bejo painem
bejo painem Mohon Tunggu... -

politik itu seperti pisau kalau penjahat pakai untuk merampok kalau ibu - ibu pakai untuk ngrajang sayur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dialog Dua Dompet

9 Februari 2015   05:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:34 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari baru saja beranjak malam, ketika sepasang suami istri meihat sebuah keramaian pasar malam di kampungnya, hari ini lebihramai dari pada hari biasanya karena malam Minggu dan langit terlihat sangat cerah. Kesempatan ini di manfaatkan betul oleh para keluarga yang tidak cukup modal untuk mengajak jalan - jalan keluarganya ke pusat perbelanjaan seperti mall. Arena pasar malam bisa digunakan untuk sekedar refresing bersama keluarga dan mencari barang dengan harga yang murah.

Bu tini terlihat asik memilih baju kaos untuk anak kecilnya si munif, sepertiya belum ada yang cocok, pandangannya tertuju pada sebuah dompet hitam halus terbuat dari bahan kulit yang di pajang di sebuah kotalk plastik “ dompet ini bagus ya mas, beli satu ya untuk mengganti dompet mas yang sudah lusuh”celetuknya pada suaminya yang dari tadi hanya berdiri mematung menunggui istrinya di depan stand, “ tadi kesini bukan untuk beli dompet tapi untuk cari kaos buat munif “jawabnya singkat, “ murah kok mas Cuma dua puluh ribu, dompet masyang dulu warnanya putih sekarang sudah berubah menjadi hitam karena sudah lama ”bu tini mencoba berargumentasi untuk mendapatkan persetujuan suaminya“ tidak lah dompet yang kemarin masih bisa di pakai tidak perlu beli dompet ” jawab suami butini tanpa ekspresi, menunjukkan memang sedang tidak berminat mengganti dompetnya. “tidak apa mas, dompet ini tak beli untuk mas sebagai hadiah ulang tahun mas besokyang ke 40 “ ucap bu tini yang tak mau kalah, dia tau betul memang watak suaminya tidak pernah tertarik beli barang pribadi semisal baju sepatu dan lainnya, yang sudah di miliki ya sudah selama masih bisa di pakai ya di pakai walaupun sampai sudah berubah bentuk dan warnanya.

Sudah lebih dari satu minggu dompet berwarna hitam masih tergeletak di meja dekat tempat tidur, masih terbungkus plastic bertanda belum di pakai sama suami bu tini, “ mas dompetnya kok belum di pakai, mas tidak suka ya dengan dompet itu” apa karena harganya yang hanya dua puluh ribu mas malu membawanya. “ bu tini membuka obrolan malam menjelang istirahat seperti terlihat sedih. “ tidak saya suka kok dengan dompetitu besok saya pakai “ jawab suami bu tini berusaha meyakinkan istrnya agar tidak bersedih karena dompet hadiah ulang tahunnya belum di gunakan. “ini dompetnya lamanya tak taruh di sini besok pagi di pindah isinya ke dompet yang baru “ ujar suami butini sambil meletakkan dompet lamanya di atas meja tempat tidur dekat dengan dompet baru.

Malam sudah sangat larut ketika itu, rumah keluarga butini terletak di pinggirin yang di kelilingi kebun papaya, yang terdengar binatang malam seperti jangkrik yang bersuara sangat nyaring dan bersahut - sahutan, dua dompet yang ada di atas meja tempat tidur seperti sedang berusa untuk saling mengenali, besok pagi dompet lama si putih akan menyerahkan tugasnya menemani tuannya kepada dompet yang baru si hitam. Ada dialog kecil antara dua dompet tersebut, “ sepertinya tuan kita sangat menyayangimu buktinyatidak mau menggantimu padahal sudah punya yang baru” ujar si hitam memulai pembicaraan malam itu, “ mungkin karena sudah sangat lama menemani, sejak awal pernikahan beliau sepuluh tahun yang lalu, dulu aku di dapatkan dari pasar malam” jawab si putih dengan nada sedih, karena mulai besok pagi sudah tidak bisa menemani lagi tuannya, banyak sekali kenangan suka dukanya selama menemani tuanya dalam menjalani hidupnya.

“ Sebenarnya apa pekerjaan tuan kita” Tanya si hitam mencoba untuk mengenali tuannya, “ tuan kita bekerja di sebuah rumah sakit swasta beliau tugasnya mengurus administrasi rumah sakit, selain itu juga mengurusi dokter yang akan berpraktek disana. Tuan kita terkadang bekerja tak tentu waktu, pernah menunggu dokter sampai jam 10 malam menunggu selesai praktek untuk bertemu dengan dokter spesialis yang akan berpraktek di rumah sakitnya. Bahkan pernah dokter yang akan di temuinya memberikan waktu ketemu jam 4 pagi sehingga berangkat dari rumah jam 3 pagi agar bisa tepat waktu sampai di rumah dokter tersebut“ jawab siputih .

apa yang biasa di simpan tuan kita di dalam bilik dompet ” lanjut si hitam “di dalam tuanku menaruh satu lembar KTP dan yang lebih sering keluar masuk kertas warna putih ada garis garisnya di bawah ada tulisannya total atau jumlah, jarang sekali masuk kertas wana biru atau hijau apalagi merah sepertinya belum pernah itu pun biasanya tidak bertahan satu minggu kalau sudah pekan berikutnya bianya tinggal kertas warna abu abu. Jelas si putih serius

Apa kenangan yang sangat mendalam salama menemani tuan selama ini. “lanjut si hitam mencoba menggali lebih dalam kenangan si putih selama menemani tuannya”suatu ketika tuanku dalam perjalan pulang dari rumah sakit, di tengah perjalanan ban sepeda motornya bocor, tuanku Nampak bingung karena dibolak balik di dalam bilikku isinya kertas putih bergaris hitam. Dengan hp jadulnya sms kesana kemari ternyata tdk ada respon yang menggembirakan. Setelah selesai di tambal Dengan wajah tertunduk menyerahkan KTP sebagai jaminan, tetapi pemilik bengkel tidak mau jaminan dengan KTP akhirnya HP jadulnya di pakai untuk jaminan setelah melepas sim cardnya , tuanku akhirnya bisa melanjutkan perjalanan pulang. Kejadian seperti ini tidak hanya sekali dua kali bahkan sering. Tdak hanya HP terkadang KTP, Helm atau barang yang senilai untuk membeli bensin satu liter bisa jadi jaminan di perjalanan. Selama 10 tahun menemani tuanku masih banyak perjuangannya. Semoga hari kedepan kamu bisa menemani tuanku dengan kondisi yang lebih baik “ kata si putih kepada si hitam yang mendengar dengan penuh perhatian. ( bjp 8.2.15)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun