Pada saat disahkan, Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi (UU KIP) dianggap hanya akan bersifat elitis. Dia hanya akan implementatif untuk kalangan tertentu saja seperti NGO, jurnalis atau kalangan profesional yang terbatas. Masyarakat awam dianggap tidak akan mampu menggunakan UU ini untuk menembus ketertutupan birokrasi yang berlangsung selama ini. Namun seiring dengan perjalanan waktu, anggapan ini tidak menemui bukti. Masyarakat awam kini sudah semakin banyak yang berani melakukan akses informasi kepada lembaga-lembaga pemerintahan lokal, terutama informasi yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik. Kisah berikut ini hanya sedikit contoh bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan UU KIP untuk mengatasi persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
***
[caption id="attachment_307914" align="alignleft" width="300" caption="Ibu Agustina saat menyampaikan permohonan informasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari"][/caption] Bagi warga yang tinggal di pelosok kampung seperti Ibu Agustina, hal yang paling menenangkan di kala sakit adalah sentuhan lembut tangan seorang dokter. Namun belakangan dokter yang biasa bertugas di Puskesmas di distriknya, yaitu Distrik Pasir Putih Kabupaten Manokwari, Papua Barat, sulit dijumpainya. Jangankan dokter, bahkan setiap datang ke Puskesmas petugas pun sudah tidak ada. Pelayanan sudah tutup.
Ketidakjelasan jadwal pelayanan tersebut sudah tentu memunculkan perasaan kecewa. Bukan saja oleh dirinya, namun kekecewaan juga dirasakan oleh warga lainnya. Terlebih bagi warga yang tempat tinggalnya jauh dari Puskesmas. Sudah berlelah-lelah dan berlama-lama menempuh perjalanan, hingga di lokasi ternyata pelayanan Puskesmas sudah ditutup. Berangkat dari kegalauan itulah, Ibu Agustina memberanikan diri untuk meminta informasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari tentang Jadwal Pelayanan Puskesmas di distriknya. Apa yang dilakukan oleh Ibu Agustina itu sebagai bentuk penerapan UU KIP, yang telah dipelajari bersama kelompok warga di lingkungannya.
Lain Ibu Agustina, lain lagi masalah yang dihadapi oleh Ibu Aminah dari Desa Jagaraga Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB. Tahun ajaran baru telah tiba. Saatnya Ibu Aminah mendaftarkan anaknya yang baru lulus SD untuk melanjutkan sekolahnya di tingkat SMP. Namun semangat Ibu Aminah mendadak surut manakala terdengar kabar, bahwa salah satu persyaratan pendaftaran ke SMP adalah surat akta kelahiran calon peserta didik. Padahal Ibu Aminah tahu persis, anaknya belum memilikinya. Yang pada mulanya semangat, kini Ibu Aminah menjadi resah. Keresahannya diceritakan kepada warga lain di desanya. Ternyata, warga lain pun memiliki persoalan yang sama.
Berangkat dari keresahan massal tersebut, warga Jagaraga kemudian berkumpul untuk mengatasi persoalan yang dihadapi bersama. Dalam pertemuan tersebut muncul ide untuk memanfaatkan UU KIP. Kebetulan, kelompoknya pernah mendapatkan materi sosialisasi UU tersebut yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat setempat. Setelah didiskusikan secara matang, akhirnya Ibu Aminah mewakili warga desa Jagaraga melakukan permintaan informasi kepada dinas terkait, yaitu Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Lombok Barat untuk mendapatkan informasi yang lebih valid tentang prasyarat pendaftaran siswa baru.
***
Kembali ke Manokwari...
Ibu Agustina bersama kelompok warga lainnya menyampaikan langsung surat permohonan informasi tentang jadwal pelayanan Puskesmas kepada Dinas Kesehatan Kabupaten. Sesampainya di kantor, Ibu Agustina dijanjikan oleh petugas yang menerima suratnya untuk menunggu jawaban. Setelah yakin surat permohonannya dicatat dalam buku penerimaan surat dan mendapatkan bukti tanda terima penyerahan surat permohonan informasi, Ibu Agustina kembali pulang.
Delapan hari setelah permintaan informasi diajukan, petugas dari Dinas Kesehatan memberikan dokumen yang diminta secara langsung. Dokumen tersebut berupa Surat Edaran yang Kepala Dinas Kesehatan kepada seluruh Kepala Puskesmas tertanggal 3 Oktober 2012 tentang Jadwal Pelayanan. Dalam surat edaran tersebut dinyatakan bahwa jadwal pelayanan Puskesmas diselenggarakan mulai pukul 08.00 hingga 13.00 setiap hari kerja Senin-Sabtu.
Dalam kesempatan penyerahan dokumen tersebut, warga dipersilakan berdialog dengan pihak Dinas yang diwakili oleh Sub Bagian Program Evaluasi dan Pelaporan Harsono. Dinas menyampaikan apresiasi kepada warga yang telah menyampaikan permohonan informasi. Dengan demikian Dinas merasa terbantu untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pelayanan Puskesmas.
“Dari pertemuan tersebut kami dapat menyimpulkan bahwa Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di internal Dinas Kesehatan paham dengan tugas dan fungsinya, dan serius bekerja memberikan pelayanan informasi,” ungkap Rosa, salah satu pegiat kelompok warga di Manokwari.
Setelah mendapatkan dokumen yang diinginkan, Ibu Agustina bersama anggota warga lainnya kemudian melakukan pengecekan langsung ke Puskesmas di distriknya. Mereka hendak melakukan verifikasi, apakah pihak Puskesmas telah mendapatkan surat edaran tentang jadwal pelayanan. Sebelum bertemu langsung dengan Kepala Puskesmas, Ibu Agustina dkk sengaja melihat papan pengumuman. Betapa girang hati mereka, ternyata di papan pengumuman telah terpasang jadwal pelayanan sebagaimana yang dinyatakan dalam Surat Edaran Dinas. Dengan demikian maka warga menjadi tahu jadwal pelayanan yang sebenarnya.
“Iya, kami memang diinstruksikan untuk lebih serius lagi melayani warga dengan mematuhi jadwal yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan,” kata Ayub Inyomusi, Kepala Puskesmas Pasir Putih ketika ditemui warga.
Dengan jadwal pelayanan yang lebih pasti, masyarakat jadi lebih terjamin ketika hendak berobat di Puskesmas.
***
[caption id="attachment_307915" align="alignright" width="300" caption="Warga Desa Jagaraga Lombok Barat berdiskusi sebelum menyampaikan permohonan informasi ke Dinas Dikpora setempat. "]
Pihak Dinas berpandangan, jangan sampai akta kelahiran menghambat anak untuk melanjutkan pendidikannya. Akta kelahiran dapat diganti dengan surat keterangan lahir dari pemerintahan desa. Namun demikian, pihak Disdikpora juga mengingatkan bahwa akta kelahiran merupakan hal yang penting. Sebaiknya akta kelahiran harus diupayakan dibuat agar di kemudian hari anak-anak tidak mengalami kesulitan ketika hendak mengurus administrasi tertentu, misalnya untuk keperluan melamar pekerjaan dsb.
Dari pertemuan tersebut, warga berharap agar Dinas dapat mengeluarkan surat edaran kepada pihak sekolah untuk menghindari kesimpangsiuran informasi di masayarakat. Surat edaran ini juga penting agar sekolah memiliki kepastian peraturan bahwa akta kelahiran bukan syarat dalam pendaftaran siswa baru.
*Seperti dikisahkan Nurjanah (Lombok) dan Rosa Gaszpers (Manokwari).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H