Gerak cepat Bareskrim Polri dalam menyidik kasus dugaan korupsi APBD 2014 mulai membuahkan hasil. Hari ini, 30 Maret 2015 dua orang PNS Pemprov DKI Jakarta yang mrupakan anak buah AHok ditetapkan menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pengadaan 25 paket Uninterruptible Power Supply (UPS) dari dana APBD 2014. Keduanya adalah AU yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan UPS Sudin Dikmen Jakarta Barat dan ZS selaku PPK di Sudin Dikmen Jakarta Pusat.
Kedua anak buah AHok dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan UU RI No 20 tahun 2001 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman 1-20 tahun penjara.
Umumnya, dalam kasus korupsi APBD maupun APBN, PPK yang merupakan eselon IV selalu menjadi korban pertama dalam penetapan tersangka. Korban berikutnya adalah Tim Panitia Pengadaan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang merupakan pejabat pemprov, konsultan proyek dan yang terakhir pihak supplier dan distributor sebagai pemenang tender.
Umumnya, jika ada anggota DPRD yang terlibat dalam kasus korupsi maka akan menjadi tersangka terakhir. Dalam kasus korupsi APBD 2014 ini, calon tersangka dari anggota DPRD kebetulan juga merupakan anak dari tersangka AU yang namanya sering disebut oleh AHok.
Contohnya dalam kasus korupsi Transjakarta. Pada awal Maret 2014, Kejagung menetapkan DA yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai tersangka pertama, kemudian pada bulan yang sama ST yang menjabat sebagai ketua panitia pengadaan, HH dan GNW yang menjabat sebagai panitia pengadaan juga ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian pada bulan Mei 2014, Kejagung menetapkan UP yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan PW yang menjabat sebagai konsultan proyek ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan G sebagai pemenang tender, baru ditetapkan sebagai tersangka pada pertengahan bulan Februari 2015.
Dalam kasus korupsi bus Transjakarta ini, kita masih menunggu siapakah anggota DPRD yang “kongkalingkong” dalam proyek pengadaan bus Transjakarta. Jika akhirnya ada anggota DPRD yang terjerat maka boleh dibilang kasus korupsi proyek pengadaan bus Transjakarta merupakan contoh kasus korupsi yang sempurna, karena melibatkan Tim panitia pengadaan, PPK, KPA, konsultan proyek, pemenang tender dan anggota DPRD.
Jika mengacu pada hasil audit BPK tahun 2014, sekitar 1.56 triliun uang APBD DKI Jakarta bocor yang menyebabkan DKI Jakarta mendapat raport merah dengan predikat WDP. Saat itu AHok menolak melaporkan kebocoran tersebut pada KPK dan memilih menyelesaikannya lewat inspektorat.
Kini, dengan ditetapkannya dua orang PNS Pemprov DKI Jakarta yang mrupakan anak buah AHok, AU dan ZS sebagai tersangka maka siapa siluman dana APBD yang sesungguhnya mulai terbuka. Menjadi harapan kita semua agar para siluman APBD bisa dijebloskan ke penjara. Semoga saja, ada pimpinan DPRD yang menjadi tersangka. Sebab jika hanya anak AU yang menjadi tersangka, mau ditaruh dimana muka AHok yang terlanjur berkoar-koar dana siluman sambil berteriak menggunakan "bahasa toilet".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H