Generasi sandwich merupakan generasi yang harus merawat orang tua dan anak-anak mereka secara bersamaan, menjadi sorotan utama dalam berbagai penelitian dan wawancara. Dalam kehidupan yang penuh tantangan ini, para anggota generasi sandwich menghadapi konflik dalam manajemen waktu, prioritas, dan tekanan ekonomi yang dapat menyebabkan stres dan depresi. Dengan peran ganda yang mereka emban, penting bagi mereka untuk memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, mengelola keuangan dengan baik, dan mendapatkan dukungan dari keluarga serta pemerintah. Kesadaran akan gender dalam manajemen konflik kerja-keluarga, kesejahteraan keluarga, dan strategi untuk mengatasi tantangan generasi sandwich menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan kualitas hidup keluarga sandwich.
Istilah "generasi sandwich" mengacu pada fenomena di mana seseorang merawat orang tua mereka yang lebih tua sementara juga merawat anak-anak mereka sendiri. Ini sering terjadi di Amerika dan Eropa, tetapi mungkin juga terjadi di negara-negara Asia karena nilai-nilai tradisional yang menekankan pentingnya merawat orang tua (Marie, 2017). Generasi sandwich harus menangani berbagai tanggungan dari berbagai generasi keluarga mereka sambil tetap menjalankan tugas-tugas pekerjaan mereka. Hal ini dapat berdampak negatif pada fungsi sosial generasi sandwich, meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan resiko bunuh diri (Kubota et al., 2022).
Sandwich generation biasa terjadi akibat kurangnya manajemen keuangan yang menyebabkan suatu generasi terpaksa harus ikut menghidupi suatu generasi diatas atau dibawah mereka. Misalkan seorang anak yang telah dewasa tidak mampu menghidupi keuangan dirinya sehingga harus tetap bergantung pada saudara dan orang tua mereka atau orang tua yang sudah pensiun masih memerlukan bantuan finansial dari anak-anaknya agar dapat bertahan hidup tentunya anak-anak mereka harus membantu mereka.
Generasi muda dalam sandwich generation cenderung lebih sering mengekspresikan pendapat negatif mereka di sosial media jika dibandingkan dengan generasi tua. Mereka juga seringkali merasakan tingkat stres yang lebih tinggi daripada generasi yang lebih tua karena kecenderungan generasi muda untuk hidup mandiri dan fokus pada karir serta impian pribadi mereka. Kesulitan ekonomi juga sering dialami oleh generasi sandwich, karena mereka harus menanggung tanggung jawab bagi anggota keluarga dari generasi sebelumnya dan sesudahnya. Generasi sandwich tetap memiliki beberapa kelebihan dimana beberapa generasi yang tinggal bersama dapat saling membantu satu sama lain, dimana misalnya wanita yang baru melahirkan akan dibantu oleh orang tuanya dalam merawat bayinya selama ia mengalami masa penyembuhan pasca melahirkan.
Kami melakukan wawancara terhadap lima responden yang terdiri atas 2 orang wanita dan 3 orang pria yang mengalami kondisi keluarga sandwich. Adapun perbedaan respon gender dari hasil wawancara yang telah dilakukan, ditemukan Responden dari wawancara terdiri dari 2 orang wanita dan 3 orang pria. Studi menjelaskan bahwa terdapat perbedaan terkait kesulitan yang dirasakan antara generasi sandwich berjenis kelamin pria dan wanita. Perempuan yang merupakan bagian dari generasi sandwich pekerja lebih mengalami kesulitan dibandingkan laki-laki terkait dengan peran yang lebih beragam dalam satu rumah tangga, serta mengalami hasil keseimbangan peran yang lebih buruk jika dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki kondisi serupa (Irawaty dan Gayatri 2023). Hal ini dikaitkan dengan hasil wawancara yang menunjukkan bahwa responden wanita menjawab bahwa keluarga mereka memiliki keadaan yang kurang akur atau kurang baik, serta tidak jarang mengalami konflik, dan bahkan salah satu tidak berupaya mencari jalan keluar atau cenderung hanya menghindar ketika terjadi konflik.
Seringkali juga terjadi konflik didalam generasi sandwich dimana  hasil wawancara juga menunjukkan 2 dari 3 keluarga sandwich kerap mengalami konflik sebanyak 1-2 kali dalam sepekan atau bahkan tidak teratur, dan keluarga lainnya di sisi lain sangat jarang mengalami konflik. Penyelesaian konflik rata-rata dilakukan dengan diskusi, komunikasi, musyawarah, dialog, dan sebagainya. Pendekatan sistem manajemen yang meliputi input (sumber daya fisik/non fisik), proses (manajemen keluarga, masalah keluarga, cara menanggulangi), dan output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikososial) dapat dikaitkan dalam permasalahan keluarga sandwich ini (Ismiati et al. 2016).
Jika dihubungkan dengan tiga proses sistem manajemen, input dalam kasus keluarga sandwich ini dapat berupa sumber daya fisik, yaitu anggota keluarga yang terdiri dari tiga generasi (lansia, orang dewasa, anak-anak). Proses dapat berupa masalah atau konflik dalam keluarga sandwich yang seringkali berhubungan dengan kemampuan finansial penanggung untuk menghidupi seluruh keluarga dan konflik yang terjadi antar keluarga, serta cara menanggulanginya seperti berdiskusi atau meningkatkan taraf finansial keluarga. Output yang dihasilkan dapat berupa terpenuhinya kebutuhan ketiga keluarga yang kemudian akan mengurangi beban dan konflik dalam keseharian keluarga, dan pemahaman masing-masing anggota keluarga tentang latar belakang adanya kondisi generasi sandwich pada keluarga mereka.
Generasi sandwich yang menaungi lebih dari satu generasi keluarga tentunya menghadapi tantangan terkait manajemen waktu dan prioritas karena harus memenuhi perhatian dan tanggungan dari dua generasi; generasi di atasnya dan generasi setelahnya. Orang dewasa terutama pekerja generasi sandwich harus membagi waktu antara mengasuh anak, bekerja, dan merawat orang tua yang telah lanjut usia. Oleh sebab itu, permasalahan manajemen waktu ini harus dikuasai dengan jelas untuk para generasi sandwich agar tidak menimbulkan konflik dalam keluarga (Irawaty dan Gayatri 2023). Responden wawancara menyikapi hal tersebut secara bervariasi, mulai dari rutin mengunjungi orang tua dengan tetap aktif mengasuh anak, memenuhi fasilitas dan kebutuhan orang tua dan anak dengan baik, melakukan quality time dengan kedua keluarga, serta mengatur prioritas untuk memenuhi kebutuhan dengan melihat urgensi permasalahan yang dihadapi antara orang tua dan anak atau pasangan.
Generasi sandwich di Indonesia yang persentasenya cukup tinggi mencapai 70,72% atau 191,08 juta jiwa dari jumlah penduduk total sebanyak 271,35 juta jiwa ini sangat menjadi perhatian karena sebagian besar yang berada dalam usia produktif dapat menghambat produktivitas individu sebab harus menanggung hidup dari beberapa keluarga berbeda generasi. Hal ini tentunya memerlukan perhatian dan kebijakan negara agar dapat meningkatkan kualitas hidup para keluarga sandwich, seperti memberikan pelatihan keprofesian, memberikan jaminan sosial dan layanan finansial maupun kesehatan untuk lansia dan orang dewasa, bahkan membantu dalam mempermudah akses pendidikan pada anak-anak dalam tanggungan dengan harapan dapat mengurangi beban tanggungan para generasi sandwich sehingga daya saing dan produktivitas dapat meningkat (Suharyono dan Hadiningrat 2023).
Generasi ini menghadapi tantangan besar dalam menjalani peran ganda merawat orang tua dan anak-anak mereka secara bersamaan. Perempuan cenderung lebih terbebani dengan tugas rumah tangga dan pengasuhan anak, yang dapat meningkatkan tingkat konflik kerja-keluarga bagi mereka. Pentingnya kesadaran gender, manajemen konflik kerja-keluarga, kesejahteraan keluarga, dan dukungan keluarga menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan kualitas hidup keluarga sandwich.
Kelompok 6 Paralel 1
Shabrina Alfathiyya, Afifah Salma Ramadhani, Nayyira Ulya Tsaqofi, Andira Shafa Tuffahati, Beiggy Ainun Kharisma Rabbani