Cerita pengamen ini disampaikan dalam sebuah acara oleh Ustad Salim A. Fillah, halah…ustad terkenal yang juga penulis buku itu lho, pada tahu kan? Tapi mohon maaf oleh penulis diutak-atik sedikit tata bahasa dan alur ceritanya (hehe…padahal lupa maksudnya). Jadi begini ceritanya, alkisah ada dua orang pengamen yang sama-sama cakepnya. Yang membedakan antara mereka berdua adalah pengamen pertama itu sangat merdu suaranya, rajin beribadah, mandi 3x sehari, dan suka menabung. Sedangkan pengamen kedua itu sangat hancur suaranya, ga pernah mandi, ibadah juga ga pernah, semrawut lah pokoknya (tenang…bukan Anda yang kami maksud, hehe ^_^).
Nah, jadi pada suatu hari dua orang pengamen ini tanpa sengaja berpapasan di jalan. Lalu keduanya mulai berbincang-bincang dan akhirnya mereka berdua sepakat untuk berkompetisi siapa yang mendapat uang paling banyak hari ini. Lalu akhirnya mereka memutuskan untuk mengamen di sebuah perumahan yang tak jauh dari tempat berpapasnya dua orang pengamen tadi.
Dari pagi hingga sore hari mereka berdua bersaing memperebutkan ‘pelanggan’ yang notabene seorang ayah, ibu rumah tangga, anak, ataupun pembantu yang saat itu berada di rumah. Tak peduli panas terik, hujan badai, atau gonggongan anjing milik penghuni rumah, mereka berdua berusaha keras menampilkan performa terbaiknya agar mendapat banyak uang. Sudah dapat ditebak siapa pemenang dari kompetisi ini? Jika Anda menjawab pengamen pertama pemenangnya, maka Anda salah besar. Tapi jika Anda menjawab pengamen kedua pemenangnya, yap…100 buat Anda 1000 buat saya.
Lho koq bisa?? Eit…sabar, santai dulu bro. Ada penjelesannya koq, tenang ini bukan sebuah kompetisi yang pasti tertera sebuah peraturan “Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat”. Jadi, ketika pengamen pertama mengamen dari rumah ke rumah dengan suara merdunya, alhasil apa yang diperoleh? Yap…mungkin uang seribu atau lima ribu langsung mengalir begitu derasnya ke dalam sakunya, namun betapa banyaknya lagu yang dia nyanyikan untuk memenuhi permintaan ‘konsumen’ karena suara khasnya yang mirip Charlie Es Teh 12 itu. Dan itu sangat menghabiskan waktunya dan membuatnya letih, sehingga dia sering beristirahat dalam perjalanan.
Lalu cerita beralih ke pengamen kedua. Dengan jiwa optimis dan memaksa bertampang manis, dia mulai menjajakan suranya dari rumah ke rumah walaupun suranya terdengar seperti kaset 70an. Namun, tidak disangka-sangka betapa banyaknya uang yang dia peroleh. Tanya kenapa? Karena begitu mendengar suara pengamen kedua ini, dengan segera para pendengarnya langsung menyerahkan beberapa koin receh atau sekeping uang lima ratusan kepada pengamen kedua ini. Mereka berharap agar pengamen itu segera pergi menjauh dari rumahnya. Alhasil tanpa memerlukan banyak waktu dan tenaga, si pengamen kedua ini tancap gas meraih receh demi receh dari tangan para penghuni rumah. Seperti kata pepatah, “Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”, dan akhirnya saat kedua pengamen itu bertemu kembali dan menghitung hasil ngamen selama seharian itu, tanpa diduga hasilnya lebih banyak pengamen kedua ketimbang pengamen pertama.
Nah lalu apa hikmahnya? Seorang menjawab, “Jadi kalo ngamen kita harus pake suara cempreng, haha…”. Huuss….ngawur bukan itu yang dimaksud, yang bener yaitu beruntunglah orang-orang bersuara hancur, jadi kalo ngamen bisa dapet uang banyak. Gdubrak…malah makin ngawur!
Hehe…just for laugh just for kidding. Jadi hikmah dari cerita di atas adalah terkadang Allah SWT pun juga seperti itu. Ketika ada seorang hambaNya yang berdo’a dengan suara merdu, berhati tulus, rapi dan sopan dalam berdo’a, Allah SWT berkata pada para malaikatNya, “Sebentar malaikat-malaikatKu, jangan cepat-cepat kau penuhi apa yang dia minta, Aku ingin lebih lama lagi mendengarkan suara merdunya”. Namun berbeda ketika ada seorang hambaNya yang mbeling, beribadah asal-asalan, bahkan berdo’a pun ala kadarnya, maka dengan serta merta Allah memerintahkan kepada para malaikatNya, “Cepat kabulkan permintaan orang itu, Aku tidak tahan lagi mendengar suaranya yang buruk itu”.
Jadi bukan berarti ketika kita berdo’a lalu juga asal-asalan seperti itu agar cepat dikabulkan oleh Allah SWT. Yang dimaksud disini adalah ketika do’a kita belum dikabulkan oleh Allah SWT, kita jangan su’udzon kepada Allah. Setiap do’a insya Allah akan selalu dikabulkan oleh Allah, tapi entah kapan terjadinya hanya Allah Yang Maha Tahu. Kita sebagai hambaNya hanya dituntut untuk terus berusaha keras, bertawakal kepadaNya, dan yang terpenting selalu berhusnudzon kepada segala keputusanNya. Percayalah skenario milik Allah itulah yang terbaik bagi kita.
Semarang, 25 Januari 2010 4:15 PM
Bahtera Muhammad Adi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI