Nabiku, Muhammadku,
sudah lama sekali masamu berberlalu. Tetapi, hingga saat ini, namamu selalu ada di hati lebih dari sepertiga manusia bumi. Kami senantiasa menyampaikan salam kepadamu disetiap shalat kami,
"assamualaika aiyuhan nabiyyu wa rahmatatullahi wa barakatuh",
"salam sejahtera semoga tercurah kepadamu wahai nabi (Muhammad), semoga juga rahmat dan berkah Allah senantiasa tercurah padamu".
Masa kini telah berganti wahai Nabi yang suci, zaman ini adalah zaman cari-cari sensasi. Bahkan lebih dari hanya sekedar sensasi, zaman ini adalah zamannya caci maki, bahkan caci maki pun dijamin konstitusi, tak ubahnya zaman dulu yang masih jahili.
Nabiku, Muhammadku, kini kau telah tiada dan entah dimana. Bagi kami yang beragama, kami yakin kau di surga. Bagi mereka yang tidak percaya, kau dianggap hilang begitu saja entah kemana, sedangkan menurut ilmu fisika, segala benda maupun jiwa yang tadinya ada tidak mungkin menjadi tidak ada, bisa jadi dia berubah rupa, mungkin juga mengangkasa raya diluar sana.
Nabi kami, Muhammad kami, kau telah ajarkan kami menghadapi caci maki. Tak hanya saat ini, semasa hidupmu pun kau pernah dicaci oleh musuh-musuh yang belum memahami esensi Ilahi, sampai-sampai kau di lempar dengan tai sapi, tetapi kau hadapi dengan kesucian hati. Kau hanya berkata bahwa mereka yang mencaci mu itu adalah orang-orang yang belum mengerti.
Wahai para pencaci nabi, segeralah sadar diri dan yakinlah bahwa mencaci itu akan merugikan diri sendiri.
Wahai Ilahi Rabbi, ampunilah segalah hina dan kesalahan kami.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI