Ditulis oleh : Oka Ajyad
Dinasti Abbasiyah merupakan kekhalifahan kedua yang berkuasa di Baghdad (sekarang Ibu Kota Irak). Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, pemerintahan Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama dalam bidang ekonomi dan juga ilmu pengetahuan. Dinasti Abbasiyahiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad S.A.W. yang termuda, yaitu Abbs bin Abdul Muththalib (566 H -- 652 H). Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Dinasti Umayyah, dimana pendirinya adalah Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullh bin al-Abbs. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Dinasti  Abbsiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s/d. 656 H (1258 M).
Pada masa itu, salah satu tokoh besar umat Islam yang berhasil membuat Romawi menundukkan kepala karena wibawanya adalah Khalifah Harun al-Rasyis. Beliau adalah khalifah terbaik pada masa Dinasti Abbasiyah. Pemimpin yang perhatian terhadap ilmu dan ulama. Harun al-Rasyid dilahirkan pada tahun 148 H di Kota Ray. Saat itu, ayahnya menjadi pemimpin wilayah Ray dan Khurasan. Sejak kecil, Harun al-Rasyid telah memiliki sifat istimewa seperti pemberani dan kuat. Harun al-Rasyid menjabat khalifah Dinasti Abbasiyah menggantikan ayahnya, al-Mahdi. Pengangkatannya terjadi pada malam sabtu tanggal 16 Rabiul Awal 170 H. Jabatan tertinggi di Dinasti Abbasiyah itu ia duduki hingga bulan Jumadil Akhir 194 H.
Dinasti Abbasiyah memberikan perhatian yang serius bagi kemajuan sektor ekonomi Negara dengan mencurahkan perbelanjaan yang banyak, khususnya dalam sektor perindustrian dan pertanian. Di setiap sektor memainkan peranan penting yang tersendiri untuk memberikan sumbangan ekonomi di tahap maksimal. Dinasti Abbasiyah di anggap sebagai dinasti yang paling kaya dalam sejarah kekhalifahan Islam, ahli-ahli sejarah klasik dan modern setuju secara khusus meletakkan zaman pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid (170 -- 194H/786 -- 809M) sebagai zaman pencapaian ekonomi yang paling tinggi sehingga layak menerima julukan zaman keemasan (golden period).
Pada masa pemerintahannya, pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, Khalifah Harun al-Rasyid melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia
- Membangun Baitul Mal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang menjadi kepala beberapa diwan, yaitu :
- Diwan al-Khazanah, bertugas untuk mengurus seluruh perbendaharaan negara.
- Diwan al-Azra', bertugas untuk mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.
- Diwan Khazain al-Silah, bertugas mengurus perlengkapan angkatan perang
- Sumber pendapatan berasal dari kharaj, jizyah, zakat, fa'i, ghanimah, 'usyr, dan harta lainnya (seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan orang yang tidak memiliki ahli waris (amwal fadhilah). Seluruh pendapatan negara tersebut dimasukkan ke dalam Baitul Mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan.
- Pendapatan Baitul Mal dialokasikan untuk riset ilmiah dan penerjemahan buku-buku Yunani, di samping untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk membiayai para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan pakaian musim panas dan dingin.
Pemerintahan Harun al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Ia menunjuk Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, sistem pemungutan al-Kharaj dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
- Al-Muhasabah, atau penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang  harus dibayar dalam bentuk uang.
- Al-Muqasamah, atau penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil yang diperoleh.
- Al-Muqatha'ah, atau penetapan pajak hasil bumi terhadap para jutawan berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan yang bersangkutan.
Adapun sebab mundurnya kekhalifahan ini dapat dilihat dari dua faktor, yaitu faktor internal seperti suksesi pengangkatan putra mahkota dan faktor eksternal yakni di beberapa daerah terjadi pemberontakan serta berdirinya beberapa dinasti baru yang sebelumnya merupakan daerah yang masuk dalam wilayah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Pada perjalanan untuk menumpas kaum pemberontak di Khurasan, Harun ar-Rasyid tertimpa penyakit dan terpaksa berhenti bersama rombongan di desa Sanabat di dekat Tus, dan ditempat ini pula beliau meninggal dunia, tepatnya pada tanggal 4 Jumaditsani, 193 H /809 M.
Saduran : Euis Amalia. 2009. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Raja Grafindo Persada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H