Bukan pedagang namanya kalau tidak ambil keuntungan besar, prinsipnya modal dikit dapat untung gede. Baik pedagang kelas teri hingga pedagang kelas kakap apalagi yang kelas gurita, tanggannya tidak cuma satu tapi delapan dan semua wajib memegang tidak boleh ada istilah jurus tangan kosong karena itu cuma jurus omong kosong, bahkan kalau perlu pinjam tangan gurita lain.
Apa pasal kok mereka bisa untung dikala bbm naik, bukannya ongkos produksinya juga naik, gaji karyawan juga mesti dinaikin disesuaikan dengan UMR yang bakal ikut naik.
Namanya juga pedagang, bukan anak TK yang lagi belajar berhitung apalagi anak TK yang masih suka rebutan permen, mainan, atau kursi. Mereka sudah pada pintar dan terbiasa melihat peluang, saat yang lain rebutan kursi para pedagang ini justru memilih duduk dilantai nyambi jualan kursi.
Berapapun naiknya, seribu kek, dua ribu kek, atau sepuluh ribupun mereka tetap dapat untung, tidak bakal mereka rugi. Justru kenaikan bbm ini bisa menjadi kesempatan mendapat keuntungan berganda, keuntungan yang berkali-kali lipat. Kok bisa?
Kita lihat dulu typikal masyarakatnya, pertama yaitu masyarakat yang konsumtif dan senang beli barang yang tidak perlu. Kedua masyarakat yang tidak begitu mikir hari esok, kalau bisa habis hari ini kenapa mesti disisain buat besok. Ketiga makan tidak makan yang penting harus bisa berpenampilan, tetangga beli motor baru harus beli model yang lebih baru.
Maka, ketika bbm naik pedagang juga bakal menaikkan harga barangnya (wajar bukan), dan bisa dipastikan masyarakat juga akan tetap membelinya (ingat typikal masyarakatnya). Ini adalah hasil pengalaman dan pengamatan mereka berdagang puluhan tahun dan turun-temurun, jadi tahu benar bagaimana menyiasati (baca: ambil keuntungan) dari kenakan BBM.
Tapi yang tidak wajar adalah besaran kenaikan biaya produksinya, siapa yang bakal mengontrolnya. Awam (bahkan pemerintah) tentu tidak tahu berapa besaran kenaikan biaya produksi dari masing-masing perusahan. Dari situ kalau seharusnya pedagang hanya butuh kenaikan biaya produksi 2% saja, tapi dia ambil kesempatan menaikkannya menjadi 5% saja (alasannya bbm naik), maka berapa keuntungan yang bisa didapat. (yang penting gua untung, lu buntung emang gua pikirin)
Belum lagi ditingkat grosir dan eceran siapa yang bisa mengontrol mereka mau naik berapa atau turun berapa, selama ada yang mau beli ya tinggal jual aja, yang penting dapat untung (besar).
BBM naik, pedagang untung besar, birokrat/politisi untung sedang, pegawai negeri/swasta untung kecil, petani/kuli/buruh kasar buntung besar.........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H