Mohon tunggu...
juara atmawidjaja
juara atmawidjaja Mohon Tunggu... -

sharing info

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Alternatif Solusi Kemacetan Jalan Tol dalam Kota Jakarta: Gratis Biaya Tol atau Penutupan Sementara

6 Mei 2013   15:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:01 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Kemacetan lalu lintas merupakan hal yang menjadi lumrah terutama untuk masyarakat di kota-kota besar di Indonesia, untuk daerah seperti ibukota Jakarta, kemacetan terjadi setiap hari bahkan di jalan tol, padahal dalam UU no. 38/2004 disebutkan bahwa Pengguna jalan tol dikenakan kewajiban membayar tol yang digunakan untuk pengembalian investasi, pemeliharaaan, dan pengembangan jalan tol. Dikarenakan harus membayartol, maka jalan tolharus memenuhi syarat, spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi daripada jalan umum yang ada, sehingga pengguna jalan tol dapat melaju dengan kecepatan yang tinggi tanpa ada gangguan karena bersifat jalan bebas hambatan.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan kemacetan itu sendiri, beberapa ahli transportasi menyampaikan bahwa kemacetan adalah terjadinya kondisi lalulintas dimana volume lalu lintas mendekati, sama dengan, atau melebihi dari kapasitas suatu ruas jalan dalam mengalirkan aliran kendaraan, hal ini dapat diketahui jika kecepatan operasi menurun sehingga pengemudi tidak bisa memilih kecepatan yang diinginkan, jarak antara kendaraan menjadi rapat, dan kemacetan total terjadi jika kendaraan tidak dapat bergerak. Pengertian tersebut sebenarnya berlaku untuk ruas jalan, pada kenyataannya terutama di jalan tol dalam kota Jakarta, kemacetan juga sering terjadi pada saat masuk jalan tol, dikarenakan ketidakmampuan panjang ramp (dari gardu tol – pertemuan jalan umum) dalam menampung kendaraan yang ingin masuk jalan tol karena terbatasnya jumlah gardu tol untuk system pembayaran terbuka. Hal yang hampir serupa juga terjadi saat kendaraan ingin keluar dari jalan tol, kemacetan terjadi saat tidak tersalurkannya volume kendaraan ke jalan umum sehingga terjadi penumpukan kendaraan di ramp keluar yang mengakibatkan terganggunya ruas jalan tol.

Untuk kemacetan di gardu masuk jalan tol para ahli transportasi memberikan solusi dengan penggunaan teknologi informasi dengan memasang alat di mobil yang harus diisi pulsa dan saat mobil melewati gardu tol dengan otomatis akan mengurangi pulsa, sehingga tidak ada antrian untuk membayar tol. Begitu pula dengan kemacetan di pintu keluar dapat juga menggunakan teknologi informasi dengan memasang papan elektronik yang dapat menyampaikan pesan berupa saran kepada pengemudi untuk keluar di gardu tol yang tidak macet.

Lalu bagaimana untuk kemacetan di ruas jalan, solusi yang paling sederhana adalah karena kapasitasnya tidak mampu menampung volume lalu lintas, otomatis harus di tambah kapasitasnya yaitu dengan pelebaran jalan, namun untuk jalan tol dalam kota Jakarta hal tersebut sangat sulit dilakukan karena tidak tersedianya lahan untuk pelebaran jalan. Sehingga kebalikannya, jika kapasitas tidak bisa ditambah maka input atau aliran kendaraan yang harus dikontrol, jadi jika jalan tol macet maka badan usaha jalan tol disarankan untuk menutup gardu tol sehingga volume kendaraan tidak bertambah, dan setelah kemacetan terurai gardu tol dibuka kembali. Namun dalam PP NO.15/2005 disebutkan bahwa Jalan tol dapat ditutup sementara sebagian atau seluruh ruas jalan tol apabila, digunakan untuk kepentingan nasional; digunakan untuk keamanan dan keselamatan negara; dan kondisi fisik jalan tol membahayakan pengguna jalan tol. Yang menjadi pertanyaan apakah kemacetan masuk menjadi salah satu alasan penutupan tersebut.

Alternative yang lain, jika berdasarkan syarat kecepatan desain jalan tol perkotaan mempunyai kecepatan minimal 60 km/jam, dan standar pelayanan minimal jalan tol yang mempunyai kecepatan minimal 1,6 kali kecepatan jalan non tol, maka jika terjadi kemacetan di ruas jalan tol berarti terdapat kesalahan desain atau tidak terpenuhinya standar penyelenggaraan jalan tol oleh badan usaha. Hal ini berarti merugikan pengguna jalan tol karena sudah membayar tol, sehingga jika tingkat pelayanan jalan tol sama dengan jalan umum maka seyogyanya tidak perlu membayar tol sampai kemacetan teratasi. Masih dalam PP NO.15/2005 disampaikan bahwa jalan tol dapat ditetapkan menjadi jalan umum saat masa konsesinya selesai atas rekomendasi Badan Pengatur Jalan Tol. Tapi pada kenyataannya jalan tol yang masa konsesinya telah habis tetap harus membayar tol, sebagai contoh jalan tol Jagorawi, dengan pertimbangan pengembangan kapasitas jalan dan keuangan negara. Tapi sudah seharusnya juga pemerintah mempertimbangkan kerugian pengguna dikarenakan kemacetan.

Terlepas dari hal tersebut, jika di runtut pokok permasalahan kemacetan yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia utamanya adalah ketidak seimbangan antara pertumbuhan volume kendaraan dengan panjang jalan. Jika pemerintah mampu mengkonversi dari minyak tanah ke LPG, sudah seharusnya juga pemerintah mampu mengkonversi dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum massal. Berkaca dan belajar pada negara Jepang yang notabene negara produsen mobil dan sepeda motor, masyarakatnya lebih memilih menggunakan angkutan masal. Akan lebih bijaksana jika beberapa alternative diatas perlu dikaji lebih mendetail sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Apa yang bisa kita lakukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun