Mohon tunggu...
Djono Bedjo
Djono Bedjo Mohon Tunggu... -

AKU HANYALAH WAKTU, YANG TERANG KETIKA DATANG, DAN TAK PERNAH PERGI MESKI KAU TAK PEDULI. AKU HANYALAH WAKTU, YANG TETAP SETIA MENUNGGUMU, MESKI KAU BERSEKUTU DENGAN APAPUN. AKU HANYALAH WAKTU DAN KAU TAK AKAN BISA BERLARI DARIKU. (Djono Bedjo Subroto)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

5 Pendekar Beras, Kepentingan Siapa ?

24 Februari 2015   22:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebulan lalu, saya diajak bertemu seseorang di sebuah mal di kawasan Senayan. Dia tiba-tiba bicara tentang operasi beras. “Kapan?” Saya hanya bisa menggeleng. Namun seperti biasa, saya selalu tertantang untuk mencari tahu. “Saya akan cari info, ya,” aku tidak berani janji. Kami kemudian mengalihkan pembicaraan. Seorang staf ahli DPR tiba-tiba datang dan memperkenalkan diri. “Staf ahli Pak M....” Aku terdiam.

Operasi beras hehe, maaf. Saya terkekeh, kok tumben menulis tentangharga beras. “Ah, biasa saja.” Saya juga pernah menulis kenaikan harga seunting kangkung. Dulu, tiga ikat kangkung hanya Rp 1.000. Kini, satu ikat di pasar rakyat, di Perumahan DPR, dijual Rp 3.000. Itu jika sudah siang. Jika pagi, seikat Rp 4.000. Saya juga pernah menulis harga tempe.

Okelah, saya akan lanjutkan ya. Sejumlah media dalam tiga hari terakhir bicara kenaikan harga beras di pasar induk Cipinang hingga mecekik urat leher rakyat miskin. Sekilo beras di pasar induk Cipinang sudah dikerek ke angka Rp 12.000. Harga ini jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dipatok hanya Rp 7.260 per kilo atau naik 10% dari harga tahun lalu. Rata-rata harga beras dengan pecahan 15 hingga 20 sudah di titik Rp 10.000. Ada disparitas cukup tinggi antara harga di masyarakat dengan harga jual Bulog. Harga beras premium sudah melejit di atas Rp 15.000.

Sepekan lalu, saya “beroperasi” ke Carefour, Permata Hijau. Beras bermerk “Carefour” dalam kemasan 20 kg sudah dijual di angka Rp 300.000. Itu artinya sekilo Rp 15.000. Saya lihat kualitas beras tak jauh dari pecahan 15. Dalam kemasan lain, harga beras sudah mencapai Rp 400.000 ke atas per zak kemasan 20 kg.

Di kalangan aktivis mahasiswa, saya dibisiki banyak hal. “Naiknya harga beras ini seolah disengaja,” kata seorang aktivis. “Tujuannya untuk mengembalikan modal kampanye Pilpres,” aku seperti tersengat. Pura-pura tersengat persisnya hehe.“Ini mirip kenaikan harga BBM tempo hari,” ia makin nyerocos. Saya makin blingsatan. Naik sepekan saja, dana ratusan milyar yang dikeluarkan saat kampanye sudah balik modal. “Bahkan sudah untung,” kata seorang kawan dari Batam, yang menelepon saya kemarin.

Saya jadi teringat penjara Nusakambangan, di Cilacap. Saat itu saya ingin mewawancarai Bob Hasan. Pak Bob ini dikenal sebagai “Raja Hutan.” Mungkin ia banyak bisnis kayu. Pak Bob di era orde baru juga dikenal sebagai “kasirnya” Pak Harto. Lagi-lagi julukan ini karena Bob Hasan itu pengusaha kaya raya dan cukup dermawan pada politisi, terutama sang penguasa Orba. Entah benar atau tidak, hanya Pak Bob dan Pak Harto yang tahu.

Yang pasti, Pak Bob sangat berjasa di penjara ini. Ia menciptakan (baca: mengajarkan) bisnis  batu akik di dalam penjara. Para napi terbantu dengan bisnis ini. Daripada bengong, para napi bisa menggosok batu akik sampai mengkilat. Sepulang dari Nusakambangan, saya mendapat beberapa buah batu akik yang sampai sekarang masih saya simpan.

Pengusaha dan politik ibarat dua gambar mata uang. Sulit dipisahkan. Sistem politik di Indonesia masih sulit tidak berpoligami dengan(abu-abu) dunia bisnis. Dana politik sering kali berasal dari bisnis, setoran individu pengusaha atau group korporasi, dan nyaris menihilkan peran serta masyarakat (baca: iuran anggota partai). Jika ada relawan menyumbang, jumlahnya bisa dihitung dengan lima jari.

Beras itu konsumsi hampir 300 juta rakyat Indonesia. Semua perut di Republik ini serasa belum kenyang bila belum menyantap nasi. Ada kenaikan Rp 1 saja pada komoditas ini, seolah ketiban batu giok segunung. Keuntungannya bisa berganda-ganda. Beras merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia.

Impor beras menjadi sekutu yang tak pernah sepi dari setiap rezim yang berkuasa. Tapi, saya melihat “tidak untuk rezim hari ini.” Menteri Perdagangan Rachmat Gobel belum memutuskan impor beras. Mungkin tidak akan mengimpor. Spekulasinya: Kenaikan harga beras sepekan ini seolah dipakai sebagai alat gertak agar Menteri Perdagangan segera mengimpor beras. Dengan impor, pihak-pihak “penguasa impor’ akan mendapat suntikan keuntungan yang berlipat-lipat.

Jika tidak mengimpor, para spekulan yang menangguk untung. Pedagang beras mendapat harga jual “bagus” untuk menggaruk margin. Sejumlah pengamat menyebutkan ada mafia beras. Para mafia menahan distribusi beras ke pasar sehingga terjadi kelangkaan. Begitu langka, harga dinaikkan. Permainan “kotor’ ini acap kali dilakukan jika panen raya terlambat datang atau terjadi gangguan distribusi.

“Sssttt…” ada bocoran. Sepertinya Kabulog akan segera menangkap komplotan penguasa beras yang dikenal sebagai “5 Jagoan” Beras. Tapi, mungkin para politisi yang ingin mengembalikan “mahar dalam pemilu” lalu berkepentingan agar “lima pendekar” itu dibiarkan mengisi pundi-pundi brankasnya dengan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Jadi, siapa pun yang untung, rakyat tetap saja buntung. Hmmm…. (djono bedjo).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun