Nama : Bedha Arya Fitriah
Nim   : 205102030026
Topik hangat saat ini membicarakan tentang perpanjangn masa jabatan ,Perpanjangan masa jabatan presiden memang bukan hal yang baru. Di beberapa negara pernah ada dinamika yang serupa. Meski begitu, alih-alih mengatasi stagnasi ekonomi, yang terjadi justru krisis politik dan krisis konstitusi yang berujung pada bangkrutnya keuangan negara.
Mulai Januari 2022 media mulai mengungkap gagasan penundaan pemilu 2024.Salah seorang Menteri Investasi, meenjadi pengungkap pertama hal tersebut. Ia menyatakan soal penundaan pemilu 2024 di sela rapat kerja dengan Komisi VI DPR, 31 Januari 2022 selain itu ia juga mengutip sebuah survei di mana tingkat kepuasan terhadap Presiden mencapai 70%, dan menggabungkannya dengan harapan dari para pengusaha.
Gagasan tersebut jelas menentang Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 anandemen 1 yang berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan". Yang mana jika pemilu di tahun 2024 di undur, maka hal tersebut melanggar pasal 7 UUD 1945, Akan tetapi Presiden menegaskan menolak wacana presiden tiga periode beberapa kali..Dengan demikian, dibutuhkan amendemen atau perubahan UUD 1945 untuk mengubah ketentuan mengenai masa jabatan presiden tersebut, misalnya menjadi maksimal tiga periode.
Penundaan Pemilu 2024 berimplikasi terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakilnya,KPU, pemerintah, dan DPR telah sepakat menetapkan tanggal pemilu yakni pada 14 Februari 2024. Penetapan jadwal pemilu ini dinilai sejumlah pihak sukses menebas isu perpanjangan masa jabatan Presiden yang belakangan beredar.Â
Namun, kelompok relawan presiden ,JokPro 2024, berpendapat lain. Menurut JokPro, penetapan jadwal pemilu justru menguatkan dorongan presiden maju kembali di periode ke-3. Ada dua skenario wacana perpanjangan masa jabatan Presiden yang beredar. Yakni penundaan pemilu hingga 2027 atau mengubah amandemen UUD 1945 dan sehingga Presiden dapat menjabat lebih dari 2 periode.Â
Skenario kedua, seorang capres dimungkinkan calon lebih dari dua kali. Isu tentang skenario masa jabatan Presiden selama tiga periode sebelumnya mengemuka usai disinggung oleh pendiri Partai Ummat, Beliau menyebut ada skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Menurut Beliau, rencana mengubah ketentuan tersebut akan dilakukan dengan menggelar Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) guna mengubah atau mengamendemen UUD 1945.
Memperpanjang masa jabatan presiden justru akan memperkeruh dan memberi peluang bagi lahirnya polarisasi yang lebih ekstrem. Karena itu, alternatif lain yang bisa ditempuh ialah skenario amandemen UUD 1945 dengan dua fokus utama: mengembalikan sistem pemilihan presiden yang dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan masa jabatan presiden tiga periode.
Jika terealisasi, usulan ini jelas bentuk pelanggaran terhadap Konstitusi. Sebab Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa Pemilu dilakukan lima tahun sekali dan pada Pasal 7 UUD 1945 mengatur bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden bersifat tetap (fix term) yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Terlebih konstitusi kita tidak membuka ruang adanya penundaan pelaksanaan Pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.Â
Penundaan Pemilu tersebut juga berpotensi mencoreng muka bangsa karena ingkar pada komitmen dalam bernegara yang tertuang dalam Konstitusi. Selain itu, penundaan Pemilu juga sama artinya menunda regenerasi kepemimpinan yang seharusnya terus berjalan demi menghindari kekuasaan yang terlalu panjang yang berpotensi membuka praktik korupsi.