Apa yang seorang wanita/pria rasakan pada ulang tahun ke-30 dikelilingi oleh sahabat2 dan memanjatkan harapan yang sama, semoga segera menemukan jodoh. Mungkin ada yang mengatakan, biasa aja tuh, aku ra popo, I’m single and very happy dan kalimat motivasi lainnya yang menunjukkan kalau aku baik-baik saja dengan status jomblo. Bersyukurlah, jika kalimat-kalimat yang dikeluarkan itu sesuai dengan apa yang dirasakan. Tetapi, jika kalimat tersebut hanya sekedar mekanisme pertahanan diri,tentu menjadi hal yang kurang menyenangkan.
Berdasarkan pengalaman dan sharing dengan teman-teman jomblo, ada 3 hal yang menyebabkan seseorang bertahan dengan status jomblo-nya. Pertama, takut keluar dari zona aman karena terbiasa hidup sendiri. Punya pekerjaan yang mapan, dan segala fasilitas membuat seseorang merasa tidak membutuhkan pendamping. Toh, aku bisa melakukan semuanya sendiri dan aku nyaman dengan keadaanku sekarang. Kelak, jika memiliki pendamping, jangan-jangan kondisinya tidak lebih baik.
Kedua, memiliki trauma masa lalu sehingga takut untuk mencoba memulai hubungan yang baru. Trauma juga bisa disebabkan karena melihat hubungan pernikahan yang tidak harmonis dan kandas di tengah jalan. Belum lagi melihat betapa repotnya anak-anak zaman sekarang. Daripada menikah, punya anak tetapi tidak mampu mendidik anak dengan baik, lebih baik tidak usah menikah saja.
Ketiga, mengalami krisis kepercayaan diri dan merasa tidak menarik. Sering kita mendengar komentar yang ditujukan kepada para jomblo. Mulai dari kata pemilih, kurang bisa bersosialisasi, sombong, atau komentar mengenai bentuk fisik. Ada yang menganggapnya sebagai komentar biasa, ada pula yang merespon dan membuat semakin merasa terpuruk. Well, para jomblo yang mengalami factor ketiga ini merasa tidak berdaya dengan keadaan yang dihadapinya. Bukannya tidak mau menikah, tetapi merasa jodohnya jauuuhh atau bertanya-tanya apakah ada jodoh untuknya.
Sebagai seorang mantan jomblo yang cukup berpengalaman (pacaran 2x jarak jauh sekitar setahun, sisanya jomblo hingga usia 3*), saya memiliki factor ketakutan kedua dan ketiga. Saya melihat beberapa model pernikahan yang pada awalnya manis, kemudian mulai bertengkar, saling menyakiti, tidak mampu memaafkan dan akhirnya menjadi penyakit akut. Belum lagi melihat akibatnya pada anak-anak. Mereka diasuh oleh pembantu atau kakek nenek, bingung dengan keadaan orang tua mereka, sehingga mencari hiburan sendiri dan menjadi apatis,anarkis, dan tidak terkontrol. Timbul pertanyaan dalam diri sendiri, apakah aku mampu membangun keluarga yang lebih baik, bagaimana jika nantinya aku mengalami hal seperti ini, bagaimana nasibanak-anakku kelak.
Faktor yang ketiga juga saya alami ketika dilangkahi oleh seorang adik, sanak keluarga mulai bertanya kapan punya pacar, mama juga mulai mengkritisi penampilan sehari-hari. Sementara saya sendiri mencoba memulai hubungan dengan beberapa orang pria tetapi selalu gagal. Sesuai dengan judulnya, saya akanmembahas lebih mendetil untuk factor yang satu ini.
Beberapa teman termasuk saya mengalami masa krisis percaya diri dengan status "jomblo". Bagaimana tidak, ketika bertemu dengan teman sekolah atau kuliah, rata-rata sudah menikah atau paling tidak sudah punya gandengan. Sementara, kita masih sendiri dan mencari-cari. Dalam situasi seperti ini, kita mulai menghindar dari pertemuan2 karena takut ditanya-tanya, Kog sendirian? Pasangannya mana? Ditunggu nih undangannya. Haduh, rasanya ini telinga disumbat sama kapas aja biar ga mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu.
Belum lagi omongan orang-orang dekat yang mulai menyarankan agar kita mempermak diri agar kelihatan lebih menarik. Kamu coba kurusin badan, coba mukanya di make up, rambutnya dimodellin supaya terlihat lebih cantik. Pernah saya berkaca dan bertanya-tanya, apakah saya tidak memiliki daya tarik? Apakah saya kurang cantik? Mengapa para pria tidak tertarik padaku? Mulai deh, menyalahkan pipi tembem, perut puncit, mata sipit, hidung pesek, postur tubuh yang kurang proporsional dan lain lain.
Di masa-masa galau seperti itu biasanya emosi mulai tidak stabil dan muncul perasaan negative sehingga kita menjadi lebih sensitive. Nah, muncul komentar, “Kamu emosian sih” atau yang lebih menyakitkan,”Pantesan dia ga ada yangmau, sikapnya begitu” Saya ingat dengan komentar salah seorang kenalan di facebook yang terang-terangan mengatakan bahwa sikap saya yang terlalu blak-blakan membuat pria tidak suka dan merasa digurui. Hedeh… mungkin ada benarnya, tetapi sudah karakter, bawaan orok, mau diapain lagi.
Kondisi seperti ini juga membuat seseorang berpikir untuk mulai menurunkan standard kriteria pasangan yang diidamkannya. Yaah… cincailah…bagi wanita yang penting pria tersebut bertanggung jawab, punya kerjaan tetap dan ga jelek-jelek amat. bagi pria, yang penting wanita tersebut ga malu-maluin diajak keluar dan bisa jadi ibu yang baik. Daripada gak nikah-nikah. Selain menurunkan standard, pada kondisi krisis seperti ini, muncul keputusan untuk tidak menikah. Yaa…daripada repot-repot mikir, nggak usah menikah aja sekalian.
Life must go on. Krisis memang membuat kita terpuruk, tapi jangan sampai kita tenggelam di dalamnya. Jika kita memiliki visi untuk menikah, maka gaungkanlah visi tersebut dan affirmasikan dalam hati bahwa masa jomblo ini akan segera berakhir. The right man/woman is on his/her way. Tentu kita menjadi lebih bersemangat mempersiapkan diri menyongsong hari yang tepat untuk bertemu dengan orang yang tepat.
Jangan putus asa jika kita sering bertemu dengan orang yang dianggap tidak tepat. Anggap saja bertemu dengan mereka adalah ajang untuk berlatih sehingga kita semakin siap ketika bertemu Mr/Ms Right. Saya ingat, setahun sebelum bertemu dengan pacar saya yang sekarang, saya selalu bertemu dengan pria-pria dengan karakter ekstrim yang saya anggap aneh. Sampai saya bingung sendiri saat itu dan berpikir apakah stok pria normal sudah habis. Ketika saya mencoba refleksi ke belakang saat ini, saya bersyukur pernah berkenalan dengan mereka karena saya belajar lebih memahami karakter seorang pria. Mereka tidak aneh, hanya saja kurang cocok dengan saya.
Terimalah semua kritikan dengan lapang dada. Semua masukan yang diberikan oleh orang-orang disekitar kita bertujuan baik, hanya saja cara penyampaiannya kurang sesuai. Kritikan yang tidak membangun kita buang, kritikan yang membangun kita simpan dan pelajari. Setelah dikritik oleh pria yang saya ceritakan di atas, saya mulai merenung dan menemukan memang kadang-kadang cara penyampaian saya kurang tepat dan terkesan menggurui. Akhirnya saya mulai belajar untuk lebih santun dan halus dalam menyampaikan sesuatu.
Learning to love yourself. Tidak ada manusia yang diciptakan secara kebetulan. Tidak ada produk gagal dalam proses penciptaan. Kita semua unik dan berharga di mataNya. Pipi yang tembem ternyata menjadi daya tarik utama Pacar saya suka cewek berpipi tembem . Saran untuk tampil lebih menarik juga tidak ada salahnya dilakukan Meskipun suka tampil apa adanya, cobalah menampilkan diri dengan lebih baik. Mencintai diri sendiri berarti memberikan yang terbaik.
Jangan menarik diri dari pertemuan dan komunitas. Semakin banyak bertemu dan berkenalan dengan orang-orang, semakin banyak kesempatan kita untuk bertemu dengan orang yang tepat.
Tentukan standard criteria sebagai pedoman dalam mencari pasangan hidup. We deserve the best. Tetapi jangan sampai criteria yang kita buat justru menjadi batu sandungan. Pada tahun 2004, saya menuliskan beberapa criteria pasangan hidup di buku harian. Lama kelamaan criteria itu saya lupakan karena pada kenyataannya susah menemukan orang seperti itu. Beberapa minggu lalu kembali saya membuka buku harian tsb, dan terkejut karena pacar saya memenuhi 90% dari criteria yang ditulis . It is amazing, right?
Last but not least, berdoalah. Minta pada Tuhan sebagai Sang Pencipta untuk memberikan pasangan hidup yang terbaik. Ada teman saya yang bertemu dengan pasangannya setelah doa tahajud dan berdoa di ka’bah. Saya sendiri berdoa Rosario selama beberapa lama untuk meminta pasangan hidup. Minta pada Tuhan dengan segala kerendahan hati dan ketulusan niscaya Tuhan mendengarkan dan memberikan yang terbaik tepat pada waktunya.
You are beautiful no matter what the say. Words can’t bring you down
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H