Beberapa tahun belakangan ini banyak daerah di Indonesia yang mengalami bencana alam seperti tsunami, gempa tektonik, gempa vulkanik dan meletusnya gunung berapi yang merupakan salah satunya akibat aktivitas pergerakan lempeng tektonik tempat kita berpijak. Sebenarnya lempeng tektonik selalu bergerak dan gempa tektonik dan vulkanik serta tsunami sering terjadi di bumi termasuk di Indonesia, namun tidak sebesar beberapa tahun belakangan ini. Akan tetapi, pengetahuan masyarakat di Indonesia mengenai aktivitas pergerakan lempeng tektonik yang merupakan penyebab bencana tsunami, gempa tektonik dan aktifnya gunung berapi masih sangat minim sehingga menyebabkan beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab menfaatkannya dengan menyebarkan isu-isu mengerikan yang meresahkan masyarakat.
Beberapa waktu lalu ketika gunung merapi di Yogyakarta kembali memutahkan lahar dan mengeluarkan awan panas (wedus gembel), penduduk di sekitar gunung merapi dan Yogyakarta dihebohkan dengan adanya berita akan adanya letusan yang lebih besar sehingga mengakibatkan seluruh Yogyakarta terkena mutahan merapi (terkubur). Akibat adanya berita tersebut, warga di Yogyakarta panik dan berbondong-bondong mengungsi keluar propinsi Yogyakarta. Kebetulan saat itu saya menggunakan kereta pramex untuk pulang ke rumah karena teman-teman kos dan pemilik kos saya mengungsi dan pulang, saat itu saya bertemu dengan seorang bapak bersama keluarganya. Bapak tersebut bercerita kepada saya, beliau bersama keluarganya hendak mengungsi menuju daerah di Jawa Barat di tempat saudaranya karena takut terkena mutahan merapi. Kebetulan beliau tinggal tidak jauh dari rumah almarhum Mbah Marijan yang terkenal sebagai juru kunci merapi. Berdasarkan berita yang beliau dengar, merapi akan kembali meletus dengan kekuatan yang lebih besar bahkan menutupi wilayah Yogyakarta, oleh karena itu beliau memutuskan untuk mengungsi. Saya sendiri yang mendengar penuturan beliau menjadi merinding dan takut meski saya ragu untuk mempercayai berita tersebut, parahnya berita itu sudah menyebar dan menjadi pembicaraan masyarakat di Yogyakarta bahkan di luar Yogyakarta. Percaya atau tidak dengan berita ini, sungguh membuat masyarakat menjadi panik dan ketakutan, ditambah adanya tayangan dan berita di televisi yang seolah-olah membenarkan berita tersebut sehingga membuat masyarakat menjadi semakin ketakutan.
Mengapa di Indonesia sering terjadi gempa?
Kondisi Indonesia yang sering mengalami gempa tektonik, vulkanik, gunung meletus dan tsunami merupakan akibat dari aktivitas lempeng tektonik tempat kita berpijak yang selalu bergerak. Menurut Prof. Dr. Ir. Bambang Hendro Sunarminto, S.U., dalam kuliahnya yang pernah saya ambil, jumlah lempeng tektonik yang ada di dunia berjumlah 16 lempeng, 1 lempeng tidak bergerak sedang 15 lempeng lainnya bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda. Lempeng tektonik ini berupa lapisan padat yang mengambang di atas magma. Hal inilah yang menyebabkan lempeng ini selalu bergerak. Lempeng tektonik mengalami pergerakan tidak lain agar terjadi kesetimbangan di permukaan bumi. Bumi bergerak dengan kecepatan ± 1667 km/jam, sehingga bila tidak ada lempeng-lempeng tektonik sebagai penyeimbang bumi yang bulat, bumi tidak akan seperti ini. Untuk ilustrasinya, contohnya gasing (mainan anak-anak), saat gasing berputar, gasing tegak lurus namun ketika gasing itu berhenti, ia tidak lagi tegak lurus. Gasing itu akan miring ke kanan atau miring ke kiri, menjadi tidak seimbang. Apabila bumi tidak memiliki lempeng tektonik sebagai penyeimbang, maka bumi ini akan bernasib sama dengan gasing itu.
[caption id="attachment_135202" align="aligncenter" width="300" caption="Cincin api dunia sumber:google"][/caption]
Indonesia merupakan wilayah pertemuan 3 lempeng, yaitu lempeng Austronesia (Indo Australia) bergerak ke utara dengan kecepatan 5-7 cm/tahun terdiri dari samudera Hindia, lempeng Asia (Eurasia) bergerak ke arah Timur-Tenggara dengan kecepatan 0-3 cm/tahun yang terdiri dari Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan, dan lempeng Pasifik bergerak ke barat dengan kecepatan 10 cm/tahun terdiri dari pulau Maluku, Sulawesi, dan Irian. Ketika lempeng-lempeng ini bergerak, maka permukaan tanah di sekitar lempeng yang bergerak mengalami getaran sebagai akibat rambatan gelombang. Apabila gelombang merambat hingga permukaan, maka timbul kerusakan di permukaan bumi. Besar kecilnya kerusakan tergantung dari skala gempa dan jaraknya dengan titik pusat gempa. Semakin dekat dengan pusat gempa, semakin terasa getarannya.
[caption id="attachment_135205" align="aligncenter" width="300" caption="Zona tumbukan sumber:google"][/caption]
Pergeseran lempeng terbagi menjadi tiga, yaitu tipe saling bergeseran (transform), tipe pemisahan (divergen) dan tipe penujaman (convergen). Tipe pergeseran lempeng yang terjadi di Indonesia adalah tipe penujaman (convergen). Penujaman lempeng terjadi antara lempeng samudera Indo-Australia (Samudera Hindia) yang menyuruk lempeng benua Eurasia (pulau Jawa dan pulau Sumatera) sehingga tercipta zona tumbukan (subduction zone). Zona tumbukan antara lempeng benua Eurasia dengan lempeng samudera Indo-Australia mengakibatkan gempa, di sisi lain tumbukan antar lempeng ini mengakibatkan batuan pada lempeng menjadi panas sehingga meleleh menjadi magma. Seperti saat kita menggosok-gosokkan kedua telapak tangan kita, maka akan terasa hangat hingga akhirnya panas. Begitulah yang terjadi saat kedua lempeng bertumbukan. Terjadinya gempa akibat pergerakan lempeng membuat alam melakukan redaman, lempeng yang kuat (lempeng samudera Indo-Australia) masuk ke bawah lempeng lainnya membentuk palung sedangkan lempeng Eurasia membentuk bidang patahan naik pada salah satu lempeng sehingga terbentuklah pegunungan atau gunung. Munculnya gunung dan palung merupakan mekanisme alam agar lempeng seimbang, contohnya di bagian barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Dampak penujaman menyebabkan terbentuknya barisan gunung berapi (ring of fire) di sepanjang jalur penujaman. Menurut Billups (2003), cincin api menjelaskan adanya hubungan dari aktivitas gunung api yang menjajar dari Indonesia sampai Jepang, menyambung dari Alaska bagian barat AS sampai Amerika Selatan. Ring of Fire disebut lingkaran magma yang besar dan hebatnya Indonesia adalah puncak dari lingkaran magma tersebut.
Menurut Dirmawan (2009), seorang pakar geologi mengatakan bahwa kita hidup di atas api sehingga harus selalu waspada dan menjadikan bencana sebagai bagian dari hidup kita, oleh karena itu sosialisasi mengenai kondisi Indonesia yang merupakan zona cincin api dunia perlu dilakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai kondisi yang ada di negara ini, agar mereka tidak mudah percaya dengan berita yang membuat panik.
Sumber : Materi kuliah, blog dan hasil penelitian dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H