Hari ini banyak sekali tulisan menarik dari yang sederhana sampai yang ilmiah, dari laki - laki  dan perempuan pengagum  sosok RA Kartini yang hebat memperjuangkan emansipasi perempuan Indonesia. Anak - anak sekolah, kelompok - kelompok  dan juga karyawan - karyawan kantor dan bank - bank berpenampilan beda dengan hari lainnya. Sebagaimana tahun - tahun yang lewat pada setiap tanggal 21 April selalu menjadi hari yang luar biasa bagi kaum perempuan. Hari yang kita kenal dengan nama "Hari Kartini".
Kompasiana juga tidak kalah ramainya dengan tulisan- tulisan tentang RA Kartini. Bagi saya sendiri malam ini ingin menulis karena terinspirasi dari isi pesan singkat yang dikirim oleh seorang kerabat pagi tadi,
"Tidak mudah menjadi sebatang lilin, karena sebelum memberikan cahaya, haruslah bersedia terbakar lebih dahulu."
Sebuah pesan yang menarik dan membawa saya pada suasana hari ini, lebih - lebih setelah saya tidak bosan memantau gulungan monitor komputer membaca kompasiana yang ramai meriah dengan judul dan isi tulisan, yang menghibur, mendidik,menegur, mengingatkan dan menginspirasi khas tentang RA Kartini. Â
Dalam benak saya, terlintas pikiran entah apa yang terjadi jika Ibu Kartini ini dahulu tidak ( nekat) menulis surat yang tentu tidak sedikit jumlahnya bahkan sampai menjadi sebuah buku " Habis Gelap Terbitlah Terang" yang saya dan kompasioner lain pelajari sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Tentu beliau sendiri juga pada saat menulis surat - surat itu tidak dalam sebuah rencana akan menjadi "sejarah" bagi bangsa sebesar Indonesia ini. Namun yang jelas adalah tentu melewati berbagai halangan, pertentangan, perjuangan bahkan pengorbanan.Â
Untuk tidak menjadi sok pintar atau bahkan sok menggurui, saya hanya ingin menuliskan apa yang menjadi harapan dan doa saya, sebagai endapan makna dari sedikit hal yang saya tahu tentang seorang R.A Kartini, dan kiranya boleh  menjadi semangat dalam menjalankan keseharian saya sebagai seorang Ibu Rumah Tangga,yang hampir 3 tahun berjalan bekerja untuk menjaga asap di dapur tetap mengepul, sambil merangkap sebagai perawat  untuk  suami tercinta pasca stroke.  Kiranya semangat beliau yang telah menjadi "lilin" yang bersedia terbakar hingga bercahaya sampai sepanjang zaman, membuat orang - orang mengenangnya, meneladaninya, boleh selalu mengingatkan dan menguatkan saya dikala lelah tubuh mendera, di saat penat rasa ini menggoda, bahkan bila asa ini nyaris terkulai. Terimakasih Ibu Kartini dan Terimakasih keluargaku yang memberiku ruang dan waktu untuk boleh mengalami semuanya.
* Selamat Hari Kartini*
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H