Kaki-kaki telanjang itu berjalan menyusuri undakan -undakan tanah gersang menuju ke sekolah tercinta di desanya . Terik mentari pagi yang mulai menyengatpun tak dihiraukan demi menuntut ilmu. Tetapi sesampainya di sekolah, guru yang dinanti tak kunjung tiba.
Seberapapun anak-anak telah bersemangat untuk menuntut ilmunya namun kenyataan yang mereka lihat cuma para guru yang tidak memenuhi kewajiban mereka mengajar. Para guru lebih suka ongkang-ongkang tak jelas di rumah daripada memberikan ilmu yang mereka punya kepada para generasi penerus bangsa ini. Kejadian ini terjadi di SD Inpres Prailangina, dusun Prailangina,desa Napu, Kabupaten Sumba Timur. Wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ternyata hanya isapan jempol belaka di wilayah ini.
Guru- guru yang sering dikatakan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa ini mulai melupakan hakekatnya sebagai tenaga pendidik. Mereka dengan sesuka hati masuk keluar ke sekolah tanpa memikirkan kepentingan 81 anak dari kelas 1 hingga ke kelas 6 di SD Inpres Prailangina yang haus ilmu dan merupakan generasi penerus bangsa ini. Hal ini sudah lama terjadi dan rupanya tidaklah mendapat perhatian dari pihak yang berwajib. Bahkan seorang guru yang mengajar kelas 1 tidak menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar selama kurang lebih 2 bulan dengan alasan kedukaan. “
"Nama saya D ( idetitas disamarkan), saya sisiwi kelas 1 SD Prailangina, sudah satu bulan guru kami tidak masuk sekolah. Kami hanya bermain.” Demikian pernyataan dari seorang gadis kecil saat ditanyai oleh penulis.
Murid kelas satu adalah para murid yang perlu mendapat perhatian khusus sehingga sejak dini mereka harus disiapkan oleh para pendidiknya. Namun, Karena KBM yang hanya berlangsung tak tentu, maka banyak sekali anak yang belum bisa membaca, bahkan ada anak kelas 5 yang sampai saat ini belum bisa membaca dengan lancar.
Karena seringnya pendidik yang tidak masuk, maka ada orangtua yang memilih menarik anak mereka dari SD serta menyekolahkannya di PAUD Generasi Bibit Unggul yang berada tak jauh dari lokasi setempat. Akibat lainnya yaitu para murid lebih banyak bermain daripada belajar. Proses KBM seperti yang diharapkan oleh para petinggi Pendidikan Nasional pun sama sekali tidak ditegakkan di tempat ini.
Total pendidik yang bertugas di SD ini adalah 6 orang dengan susunan administrasi sebagai berikut : Kepala Sekolah, 4 guru kontrak serta 1 tenaga praktek dari STT Terpadu Matawai, Waingapu. Setelah dirunut, ternyata keempat guru yang bertugas di SD Inpres Prailangina hanya merupakan tenaga kontrak yang digaji Rp. 300,000 per bulannya & mendapat tambahan dari PNPM pedesaan (SMA: Rp. 300.000, Universitas : Rp. 350.000, S1 : Rp.400.000). Tenaga PNS yang ada hanyalah Kepala Sekolah yang juga jarang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Guru yang aktif mengikuti proses kegiatan belajar mengajar selama pantauan penulis ada 2 guru kontrak : guru yang mengajar di SD kelas 3 & 5 .
Ini hanyalah salah satu contoh kasus. Banyak sekali kasus di bidang pendidikan yang terjadi di Sumba Timur kita yang tercinta ini. Pembiaran terhadap kasus pada bidang pendidikan yang terjadi hanya akan mengurangi tingkat Sumber Daya Manusia Sumba yang dihasilkan. Jika kita tengok pada Standar Nasional kelulusan siswa kelas VI, maka generasi kita akan tertinggal ibarat kura-kura yang dikalahkan oleh kancil dalam lomba lari. Aristoteles mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eudaimonia).
Anak merupakan pilar penting dalam pembangunan bangsa ke depannya. Ilmu yang mereka peroleh hari ini akan sangat berguna bagi pengembangan mereka di masa yang akan datang. Jika sejak dini anak sudah tidak diperhatikan, maka akan seperti apakah generasi kita di masa yang akan datang? Dalam UUD RI 1945 pasal 31 sudah jelas tertuang bahwa : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan Nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai- nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Pada ayat 1 & 2 sudah jelas bahwa pemerintah & negara punya tanggung jawab yang besar terhadap hal ini.
Hal ini juga diperkuat dengan UU RI no. 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional ayat 1 yang berbunyi “Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dan/atau melatih peserta didik”. sedangkan pasal 7 : Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Tetapi, sebagus apapun kebijakan Pendidikan Nasional kita, keberhasilannya ditentukan oleh implementasi di lapangan.
Saat ini, implementasi pendidikan masih mempunyai jarak dari kebijakan yang ditentukan. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan serta pendidikan punya tugas penting untuk menyelesaikan masalah diatas. Banyak sekali penataan yang perlu dilakukan oleh petinggi dan jajaran Dinas PPO serta instansi lainnya menyangkut masa depan generasi penerus tanah Sumba yang tercinta ini.
Tenaga guru merupakan kebutuhan primer penyelenggaraan pendidikan. Jika kebutuhan primer ini tidak disediakan, maka mau jadi apa generasi kita selanjutnya? Mau dibawa kemana Sistem Pendidikan kita?
Saran dari penulis, penempatan guru PNS sebaiknya bukan hanya di kota-kota, tetapi juga di pedesaan, karena bukan hanya anak kota yang haus akan ilmu, melainkan para generasi penerus dari Sumba Timur di pelosokpun sangat butuh akan hal ini.
Selain itu inspeksi mendadak terhadap Sistem Pendidikan yang sedang berjalanpun (KBM) perlu sesekali dilakukan oleh pihak dinas agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat segera diatasi & ditangani secepatnya. Penyediaan sarana prasarana penunjang pendidikanpun menjadi kebutuhan yang sangat mendesak bagi semua sekolah yang berada di desa-desa.
Mari kita bersama wujudkan Sistem Pendidikan , yang bukan saja memperhatikan kepentingan pendidikan kota serta menganaktirikan pendidikan di desa!!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H