Mohon tunggu...
Apolonia Beatrix Mbete
Apolonia Beatrix Mbete Mohon Tunggu... -

Saya adalah wanita kecil dengan mimpi yang besar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional vs Produk Lulusan Indonesia

19 Mei 2014   15:57 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:22 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400464453176290130

vv

Gong Ujian Nasional sudah ditabuh dan sedianya dilaksanakan di seluruh pelosok tanah air kita. Sesuai dengan Permendikbud RI no.97 tahun 2013 , maka UN bagi siwa SMA diadakan pada 14-16 April yang lalu, bagi siswa SMP akan diadakan pada  5-8 Mei 2014. sedangkan bagi siswa SD, saat ini UN ditiadakan dan digantikan dengan Ujian Sekolah yang akan berlangsung pada 19-21 Mei 2014 (  sesuai dengan keputusan Prosedur Operasional Standar penyelenggraan Ujian Sekolah/Madrasah tahun 2013/2014).

Ujian Nasional merupakan salah satu aspek yang terdapat dalam sistem pendidikan Indonesia. Sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat ini merupakan sistem pendidikan yang diatur dalam UU no 20 tahun 2003. Dalam pasalnya yang ke 35 mengatakan bahwa “Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala”.

Dalam proses pendidikan, perubahan perilaku siswa didik membutuhkan aspek penanganan, meliputi aspek kognitif  yang menyangkut prestasi  akademik, afektif yang menyangkut sikap, serta keterampilan psikomotorik yang menyangkut gerak. Ketiga aspek ini akan selalu menjadi dasar pengadaan kurikulum serta penilaian terhadap siswa didik Indonesia.

Namun kenyataannya dalam pelaksanaan Ujian Nasional yang merupakan tolak ukur pelaksanaan pendidikan yang telah berlangsung, hanya aspek kognitif yang menjadi sorotan utama para pelaku pendidikan Indonesia. Sementara kedua aspek lainnya yaitu afektif serta psikomotorik  hanya sebagai bahan pendukung penyelenggaran pendidikan.

Mengapa saya mengatakan demikian? Hal ini kita lihat dari standarisasi nilai yang ditentukan dari pusat yang saat ini adalah Kriteria kelulusan UN 2014 sama dengan UN 2013, yaitu formula gabungan antara nilai UN sebesar 60%  dengan nilai sekolah sebesar 40%, sehingga didapat nilai kelulusan UN dengan rata-rata 5,50 (nilai tiap mata pelajaran paling rendah 4,00 (http://www.wartanews.com/nasional/cd830a42-06e3-1ece-9144-de5a1eda0182/pemerintah-gelar-ujian-nasional-2014)

Untuk mencapai standarisasi nilai yang telah ditetapkan, maka menjelangpelaksanaan Ujian Nasional, intensitas belajar anak-anak di seluruh Indonesia akan menjadi lebih banyak. Mereka akan mendapatkan bimbingan ekstra & diberi les tambahan selama 1-2 jam pada sore hari. Mereka di dril untuk mampu mengerjakan berlembar-lembar latihan soal. Otak dipaksa untuk bekerja keras untuk menghafal mata pelajaran yang diujikan nantinya. Semua dilakukan untuk mencapai standarisasi nasional & mereka nantinya tak akan lagi mengikuti ujian susulan (paket B/C).

Tujuan pendidikanadalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan namun pada implemetasinya tujuan ini membelok arah.

Untuk sekolah yang bertaraf internasional serta untuk sekolah nasional yang berada di kota besar yang sarat dengan sarana-prasarana yang memadai, anak-anaknya tentu akan memiliki keunggulan & akan dengan mudahnya mencapai nilai sesuai standar nasional, sedangkan bagi anak-anak yang berada di desa yang hanya menerima KBM apa adanya,  harus berjuang ekstra keras untuk mendapatkan nilai tersebut. Ketiadaan saran prasarana pendidikan yang sering diperlukan membuat suasana KBM serig berlangsung apa adanya sehingga tujuan pendidikan yang benar-benar menghasilkan lulusan yang berkualitas terkadang tak akan pernah tercapai.  Faktanya  IQ para anak-anak di desa akan jauh tertinggal jika kita bandingkan dengan anak-anak yang hidupnya di daerah perkotaan.

Untuk alasan nama baik sekolah serta para pelaku pendidikan terkadang melakukan  kecurangan dalam pelaksanaan UAN. Atas nama kemanusian, nama baik sekolah  serta demi mendapatkan nilai yang sesuai standar inilah  inilah maka terkadang oknum sekolah  melakukan pelanggaran –pelanggaran.

Seperti yang dikutip dalam www.republika.co.id & www.newsdetik.com  dalam pelaksanaan UN bagi siswa SMA yang berlangsung 14-16 April yang lalu ada beberapa praktek kecurangan yang ditemui. Diantaranya adalah siswa yang membawa HP ke dalam kelas, siswa yang membawa tisu yang sudah diisi penuh dengan jawaban anak dan yang paling parah adalah ada anak yang rela membeli soal.

Kecurangan  tak hanya dilakukan dari kalangan siswa saja, tetapi pihak guru juga turut melakukan hal serupa. Adanya praktek pembagian naskah soal yang diurutkan dari nomor terkecil ke nomor terbesar, serta praktek membagikan jawaban pada saat ujian sedang berlangsung juga tak tabu lagi  dilakukan.

Proses perjual belian kunci jawaban ujian juga tak jarang dilakukan olehberbagai oknum. Harga yang ditawarkan juga sangat fantastis serta gila-gilaan. Menurut informasi dari www.tempo.com harga 6 paket ujian dijual dengan Rp. 14.000.000. Bagi mereka yang hidup dengan tingkat ekonomi menengah keatas,  hal itu tak menjadi soal.

Pernahkah terlintas di benak kita bahwa sebenarnya selama ini tanpa sadar kita telah melakukan penyimpangan pada bidang pendidikan yang menyangkut  aspek afektif (sikap). Tanpa sadar kita telah memupuk perilaku-perilaku amoral dalam hidup anak-anak kita.

Kita telah membentuk generasi yang rela melakukan tindakan negatif untuk mencapai tujuan hidupnya. Kita juga telah menyiapkan generasi yang berpikir instan, yang tak mau berusaha untuk mencapai keinginannya. Sehingga tak heran jika praktek KKN terus saja mengakar kuat menghujam hati semua masyarakat Indonesia ini.

Tujuan kita untuk merangkum ketiga aspek penanganan pendidikan tak akan terwujud jika metode UN yang kita gunakan masih sama saja. Sebenarnya jika ketiga aspek yang ada dipadupandankan serta ketiganya dilakukan dengan nilai positif maka sistem pendidikan di Negara kita akan berlangsung dengan sangat baik & cita-cita pendidikan Indonesia yang ingin menghasilkan lulusan yang memiliki kompentesi serta bernilai luhur akan segera didapatkan dari Indonesia yang tercinta ini.

By : Apolonia Beatrix Mbete

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun