Bali, merupakan sebuah pulau yang menyajikan berbagai macam budaya. Kali ini merupakan kali pertama saya menginjakkan kaki di tanah Bali. Perkenalkan saya adalah salah satu mahasiswa program studi Pariwisata dari Universitas Gadjah Mada. Kami sebagai mahasiswa diberi kesempatan untuk dapat mengikuti kuliah lapangan pada tiap semester. Sudah 3x saya sendiri mengikuti kuliah lapangan tersebut. Kali ini, kuliah lapangan yang ke 4 kami lakukan di Pulau Dewata. Berbekal pengalaman serta pembelajaran yang telah kami lakukan di perkuliahan kelas, kami pun melakukan kuliah lapangan ini.
Perjalanan saya mulai dari Kawasan UGM dengan menggunakan 2 bus. Saya tentunya tidak sendiri, bergabung dengan teman-teman lain satu prodi pariwisata beserta Duo Dolan Tour. Perjalanan dimulai di pagi harri dari Yogyakarta dan sampai ke tujuan awal pada keesokan harinya. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini, saya terpukau dengan berbagai macam ornament yang jarang saya temui di Yogyakarta. Berbagai macam bentuk gapura, keramahan masyarakat Bali, hingga banyaknya anjing yang dibiarkan hidup berkeliaran merupakan beberapa hal yang membuat saya takjub akan keindahan Pulau Dewata.
Tujuan awal kami menuju Desa Wisata Batuan, diiringi dengan keindahan lanskap yang ada pada setiap perjalanan. Duduk manis di dalam bus yang berisi 40an orang juga menambah pengalaman yang berkesan selama perjalanan. Ketika kami sampai di Desa Wisata Batuan, saya melihat dan berkeliling ke sekitar. Saya pun takjub dengan pemukiman-pemukiman masyarakat Bali yang masih memiliki bentuk rumah tradisional. Banyak dupa yang terbakar menambah ke-estetik-an lingkungan Desa Wisata Batuan ini. Ketika hendak memasuki tempat kami melakukan kuliah lapangan, kami pun disambut dengan hangat oleh tour guide lokal yang ada. Bli, begitulah kami menyebut mas atau bapak-bapak yang ada di Bali. Ketika bli tersebut sedang menyampaikan penjelasan materi, terkadang saya pun bengong karena terkesima dengan pemandangan yang ada di sekitar Desa Wisata Batuan tersebut. Adanya anjing yang tiba-tiba melintas hingga jernihnya aliran air yang ada di Desa Wisata Batuan juga menambah kesan yang baik bagi saya sendiri.
Di tempat kami kumpul tersebut terdapat beberapa gazebo, pendopo, dapur, hingga kolam ikan. Kami dikumpulkan pada pendopo yang ada. Panas Terik matahari mengiringi kegiatan yang kami lakukan di tempat tersebut. Tour guide yang ada menyampaikan banyak sekali pembelajaran bagi saya. Menjelaskan mengenai sejarah serta perkembangan dari awal hingga bagaimana Desa Wisata Batuan itu menjadi sebuah desa wisata. Setelah mendengarkan penjelasan yang ada, selanjutnya kami diajak untuk mencoba melukis yang merupakan salah satu peninggalan Desa Wisata Batuan yang tetap dipertahankan hingga saat ini. Tour guide membagikan kuas, cat air, serta kertas yang telah bermotif. Bli yang ada mencontohkan cara untuk melukis dengan menggunakan teknik melukis ala Desa Batuan.
Kesusahan, itulah hal yang saya rasakan ketika mencoba melukis menggunakan teknik ala Desa Batuan. Saya mencoba berkali-kali tapi hasilnya tetap nihil. Untungnya, tidak jauh dari tempat saya melukis, ada Abip (mahasiswa pariwisata) yang merupakan orang asli Bali. Saya sesekali melihat dan meminta bantuan untuk diajarkan dari Abip. Dia orangnya baik, namun pendiam. Meskipun Abip tidak berasal dari desa tersebut, nyatanya Abip tidak terlalu kesusahan untuk melukis ala Desa Batuan. Melukis menggunakan teknik ala des aini ternyata memerlukan konsentrasi yang tinggi. Menggoreskan kuas ke kertas motif yang ada harus dilakukan dengan berkonsentrasi, memerhatikan gelap dan terang juga diajarkan pada kegiatan ini. Akhirnya dengan susah payah, lukisan yang saya buat sudah selesai. Meskipun hasilnya agak aneh, tapi saya cukup puas dengan apa yang telah saya lakukan dan tentunya ini merupakan kali pertama saya melukis menggunakan teknin ala Desa Batuan. Selain dari kegiatan langsung yang ada, lukisan-lukisan lain dari des aini juga dapat dilihat dari web resmi mereka yaitu Batuan Tourism Village.
Ketika hendak berpaling dari tempat ini, saya pun sempat pergi ke toko kelontong yang ada. Saya bertanya mengenai harga jajanan yang ada di toko tersebut. Penjual menyampaikan harga tersebut dengan sangat ramah. Beberapa kali saya juga bertanya apakah banyak wisatawan yang sering berkunjung ke tempat tersebut. Beliau menyampaikan bahwa memang banyak sekali wisatawan yang berkunjung apalagi Ketika masa liburan. Tidak hanya wisatawan lokal, tetapi banyak wisatawan mancanegara juga yang datang.
Setelah melakukan kegiatan di Desa Batuan, selanjutnya kami berkunjung ke Pura Puseh Batuan. Sebelum kami masuk ke kawasan tersebut, kami diminta untuk menggunakan semacam jarik yang mengikat dari pinggang hingga diatas mata kaki. Saya sendiri sejujurnya kurang mengerti mengenai arti dari jarik yang digunakan, tetapi tetap saya pakai guna untuk menghormati adat yang ada. Di dalam pura tersebut, saya dan teman lainnya berkeliling untuk melihat-lihat apa yang ada di dalam pura tersebut. Indah, itulah kata yang dapat saya deskripsikan mengenai apa yang saya lihat.
Semua keindahan yang ada pada kawasan Desa Wisata Batuan ini sendiri memiliki satu tempat tersendiri bagi diri saya. Keindahan alam, keramahan Masyarakat, hingga arsitektur yang otentik. Sangat tidak menyesal telah berkunjung ke Desa Wisata Batuan. Saya memiliki harapan bahwa di masa yang akan datang, otentisitas yang ada di desa ini tidak berubah seiring berjalannya waktu serta saya sangat ingin berkunjung Kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H