Akhir jumpa, tak lagi rok mini baju ketat, lumuran bedak lipstik dan pensil alis jua aroma nipis sikis.
Gemulai paras duniawi terbungkus jahitan daster ibu, taplak meja tak luput dari mahkota hingga dada. Kini tubuh molek sirna dipelupuk birahi; terpaksa jakun  menahan pahit getir rona purnama, harusnya malam nanti  munajat sunnah rasul.
Dengan kepala layu mata sayu rayu dibalik nikab; sayitan getah bening penuh nelangsa ruruh bercampur aduk; Â adakah dari perigi yang jernih mengalir air mata yang penuh dosa nestapa.
" ijinkan aku berdosa sekali lagi walau hanya menatap matamu; setelahnya biarkan aku hijrah wahai kekasih dambaan hati dan biarkan jubah ini menutupi luka yang pernah kita gores bersama".Â
Tersungkur kau dihadapanku bertangis piluh memohon putuskan benang yang aku ulur jauh ke-timur lalu dengan mudah angin hembuskan ke-barat.
Pulanglah dan beri tahu ayahmu; aku akan datang meminang adikmu agar kau lebih terluka dan luka-luka itu tak pernah sirna.
" sejahat itukah diri yang pernah kau hinakan diatas peraduan"Â
Bearcat
Surabaya, Senin 8 april 2019
03:43.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H