Mohon tunggu...
Cerpen

Ingatan Terakhir Sebelum Aku Pergi

3 Oktober 2017   23:24 Diperbarui: 4 Oktober 2017   00:09 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

14 Juni 2016

Aku berjalan perlahhan menikmati setiap langkahku ditengah taman, taman ini dipenuhi bola-bola lampu yang menerangi jalan taman yang gelap dimalam hari. Waktu sudah berlalu lama namun itu tak memghentikanku dari kegiatan kecilku yaitu menyusuri taman buatan ini. Taman ini hanya terdiri dari semak-semak dan beberapa pohon pendek yang kemudian dihiasi lampu warna-warni dengan berbagai macam bentuk. Tak hanya membentuk sebuah terowongan, hewan dan bunga juga menjadi ilusi digelapnya malam ini.

Jangan salah paham terhadapku, berjalan disiang hari atau sore hari menikmati hangatnya matahari dan suasana taman yang ramai  oleh pengunjung juga ku idamkan. Namun terkadang kita membutuhkan waktu sendiri untuk menghilangkan beban berat pada bahu yang kita pikul.

25 Juni 2016

Pagi ini aku terbangun diatas kasur tipis berbalutkan surai putih dan bantal yang menoppang kepalaku semalaman. "oh, sudah pagi rupanya." Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi lalu membersihkam diri dan berganti pakaian. "evan! Ayo bangun, kamu belum sarapan nak" panggil, ibuku. "iya, bu. Sebentar lagi". Aku bergegas turun dan memakan sarapan hangat buatan ibuku, makanan buatan ibu memang yang terbaik, tak tertandingi rasanya!

Seusai sarapan aku harus minum obatku, setiap waktunya untuk minum obat saat itu aku sadar bahwa aku sakit, aku lemah, aku dapat pergi kapan saja meninggalkan ibuku dan keluargaku yang lainnya menyusul ayah. Aku hanya khawatir pada ibu, siapa yang akan menjaganya setelah aku tiada? Ibu pasti akan kesepian... pernah suatu hari aku tidak pulang karena bermain terlalu jauh, tenggelam dalam waktuku sendiri. Esok harinya aku menemukan ibu dalam keadaan kalut mencariku semalaman tanpa lelah, aku menyesal. Sejak itu aku tak pernah pulang melewati pukul 23.00 WIB dihari kerja dan 19.00 dihari pekan, itu yang aku dan ibu sepakati setelah aku memohon seperti anak kecil padanya bahwa aku butuh waktu sendirian dimalam hari. Selain itu aku akan sekolah dan bersama ibu.

Obat yang ku minum sungguh bervariasi, baik dari manfaat, warna dan ukurannya. Aku meminum 8 obat berbentuk kapsul-tablet dan 1 vitamin berbentuk pil besar yang jujur saja kalau bukan karena terbiasa obat-obat ini sulit untuk ditelan. Sudah 11 tahun sejak aku mendapatkan penyakit ini akibat operasi tidak sempurna yang dulu kualami saat berusia 6 tahun. Leukimia bukanlah penyakit yang bisa kau anggap enteng namun aku menjalani hariku dengan santai dan penuh rasa bersyukur setiap harinya. Aku memiliki banyak teman disekolah yang selalu bercanda tawa membuatku lupa akan sakit yang kualami.

Aku bersekolah di sekolah menengah kejuruan negri 3 kota Tangerang mengambil jurusan tataboga, memang melelahkan dan berat, juga sangat menarik mengikuti kegiatan kelas. Disini aku belajar keahlian menggunakan pisau dalam memotong bahan makanan, memasak beragam macam masakan baik tradisional, nasional dan manca negara. Menarik bukan? Bahan makanan yang kami gunakan selalu fresh, kami belanja dipagi hari sebelum memulai kegiatan praktek memasak. Dari mulai cara memotong ikan, tidak semua ikan cara memotongnya sama, apakah untuk sashimi atau untuk dimasak. Hidangan makanan laut, cukup sulit, tidak hanya harus menemukan bahan yang segar juga harus membuatnya tetap terlihat dan terasa segar. Tentu tidak ketinggalan, pelajaran umum pun ada yang harus dipelajari untuk ujian nasional dan akhir sekolah nanti.

"evan mimisan!" teriak salah satu temanku, Risa. Tubuhku mulaai terasa lemas, kepalaku terasa pusing, mungkin karena banyaknya darah yang keluar dari lubang hidungku. Teman-temanku sudah terbiasa dengan hal ini tapi mereka selalu cepat tanggap terhadapku. Gio, teman sebangku-ku menopang kepalaku yang tertunduk dengan kain ditangannya yang menempel dihidungku. "van, minum dulu" ujar Dean, "terima kasih". Mereka semua mengantarku pulang kerumah dan bertemu ibuku. Mereka mengobrol banyak, bahkan tertawa terbahak-bahak saat ibuku menceritakan pengalamanku semasa kecil yang bahkan tak kuingat. Sadar akan waktu yang sudah menjelang malam, teman-temanku pun pulang kerumah mereka masing-masing usai makan malam bersama.

Aku sangat bersyukur memiliki ibu dan teman-teman sebaik mereka, tak ada lagi yang kuinginkan didunia ini selain waktu bersama mereka. Namun semua itu ada ditangan tuhan, bukan ditanganku. Aku hanya bisa berdo'a dan berusaha menjalani hidupku dengan positif dan maksimal.

Aku menulis sebuah surat untuk masing-masing orang yang kucintai ibu, dan teman-teman sekolahku yang selalu ada untukku selama ini. "Terima kasih atas perjuangan, kasih dan sayang yaang kalian berikan untukku, maaf aku tidak bisa membalasnya seumur hidup kalian, tapi aku menyayangi kalian seumur hidup dan matiku. Tertanda Evan Pranatawira." Aku melihat mereka semua menangis tersedu-sedu dihari kepergianku, bibiku datang untuk menjaga ibu, aku sudah tenang sekarang, bisa pergi tanpa rasa khawatir. Aku kenal ibuku, dia bisa menjaga dirinya sendiri, aku tahu ibuku kuatibu terkuat didunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun