Mohon tunggu...
Gita Pratiwi
Gita Pratiwi Mohon Tunggu... -

bahagia dan membahagiakan.\r\nmirip pegadaian lah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

PACARAN SERIUS

12 Mei 2011   15:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:47 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebenarnya saya paling gak suka sama yang serius-serius, formil, birokrat, dan struktural. Kecuali buat ibadah tentunya, tapi apa perlunya dalam pacaran? Waktu SD, saya pacaran hanya ditandai dengan pulang bareng tiap pulang sore, cara pulang barengnya lari yang kencang sampai rumah kita yang dekatan. Pacar saya yang jago main bola itu kadang suka pura-pura jatoh atau capek supaya saya menang.

Kemudian, udah agak gedean kita kadang main bareng tapi gak dekat. Terus pas saya suka sama cowok lain saya pergi aja, dia gak pernah masalahin tuh. Kita enjoy sama kehidupan masing-masing. Mungkin kita semua pernah alami cinta monyet kaya gitu. Teman saya saking monyetnya pernah pacaran pake permen karet, satu buah permen karet dikunyah bergantian sampai gak manis.

Tapi yang terjadi sekarang, umur kita udah kepala dua. Ada beban moral dari kolot baheula yang menyegerakan kita berhubungan serius hingga menikah. Ada tradisi tak tersadari yang dibuat masyarakat umum menjadi ihwal kelahiran sebuah paradigma, bahwa usai kuliah harus punya calon istri/suami. Maka pacaran pake balap lari dan permen karet bukan solusi. Meskipun indah, kita dan pasangan kita harus mulai menyusun POAC masa depan.

Harus kenal sama orang tua, sreg sama kerjaan, ada chemistry-nya, seiman, dan lain-lain. Padahal ujung-ujungnya yang dicari kelamin! Emang kamu mau gitu punya pacar ganteng, pinter, sholeh, kaya raya tapi gak punya kelamin?

Nih wawancara gak penting saya sama sepersetrilyun orang di dunia.

Narasumber disamarkan dengan profesi masing-masing.

Cinta itu apa ya Kakak?

“Cinta itu gak menjadikan kamu satu-satunya, karena saya punya Tuhan, orang tua, hobi, dan diri saya sendiri.” –Pedestrian.

“Saya menjadi ceria akhir-akhir ini, terutama setelah mencintai seseorang yang baru dikenal beberapa saat lalu. Anehnya, saya menyayangi dia layaknya saya mencintai pacar saya yang sudah bertahun-tahun jadian.”—Vokalis.

“Seperti saya dan dirinya (kabogohna.red), cintanya sejalan karya. Kami saling melengkapi satu sama lain dalam kebutuhan berkarya.”—Reporter.

“Indahnya tanggung jawab dengan cinta dan kasih sayang.”—Calon Ayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun