Iran menyerang Israel dalam skala besar sudah dua kali, yaitu tanggal 13 April 2024 setelah serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus yang menyebabkan 2 jenderal Iran dan 5 petugas tewas. Seranmgan kedua pada tanggal 1 Oktober 2024 setelah serangan Israel terhadap pimpinan Hizbullah  Hasan Nasruollah  dan komandan seniru lainnya. Sebagai akibatnya tentu saja Israel akan membalas serangan tersebut. Pilihan itu harus dibuat untuk mengembalikan citra negara Israel yang nyatanya dikatakan terkuat di Timur Tengah.
Sehubungan dengan rencana Israel dalam menyeran Iran, dan telah mendapat lampu hijau dari Washinton untuk melakukan serangan dalam waktu dekat. Berbagai rumor menyatakan akan dilakukan dalam beberapa jam mendatang, dan rumor paling lama dalam waktu 70 jam kemudian. Komandan Komando Pusat AS Jenderal Michael Kurila tiba lebih awal di Tel Aviv di mana dia akan membantu merencanakan serangan balasan Israel terhadap Iran (06-10-24).
Sehubungan dengan rencana Israel untuk menyerang Iran, muncul spekulasi apakah Iran akan melancarkan serangan terlebih dahulu guna mengurangi risiko kerusakan yang lebih parah. Spekulasi ini didasarkan pada kemungkinan bahwa Iran mungkin merasa lebih strategis untuk menyerang Israel terlebih dahulu, daripada menunggu serangan dari Israel dan kemudian membalas. Sejauh ini, Iran telah dua kali melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Israel, sehingga Israel merasa memiliki hak untuk melakukan tindakan balasan terhadap Iran. Dalam upaya mengantisipasi serangan Israel, opsi bagi Iran untuk melakukan serangan pendahuluan dapat dipertimbangkan dengan tujuan melumpuhkan kemampuan militer Israel sementara waktu dan mengurangi risiko serangan yang lebih destruktif di kemudian hari.
Dalam konteks strategi militer terkait potensi konflik antara Israel dan Iran, pertanyaan apakah Iran sebaiknya melancarkan serangan lebih dahulu untuk mengurangi kerusakan dari potensi serangan Israel merupakan isu yang kompleks dan melibatkan pertimbangan strategis yang mendalam. Keputusan ini menuntut analisis yang mencakup berbagai faktor, seperti kesiapan militer, efektivitas serangan pendahuluan, serta potensi dampaknya terhadap eskalasi konflik. Pertimbangan utama dalam strategi ini adalah apakah menyerang lebih dahulu akan memberikan keuntungan taktis atau justru mempercepat reaksi balasan yang lebih merusak dari Israel. Mengingat sejarah keterlibatan militer kedua negara, prinsip-prinsip seperti preemptive strike dan deterrence memainkan peran penting dalam menentukan pendekatan terbaik yang dapat membantu Iran mencapai tujuan strategisnya, sembari meminimalkan risiko terhadap keamanan nasionalnya.
1. Â Strategi Serangan Preemptive
Jika Iran merasakan ancaman langsung dari Israel---khususnya terkait kemampuan Israel untuk melakukan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran---melancarkan serangan pendahuluan dapat dipandang sebagai upaya untuk mengurangi risiko tersebut. Serangan ini bertujuan untuk menetralisir dan melumpuhkan infrastruktur militer kritis Israel, seperti pangkalan udara, sistem rudal, serta pusat komando dan kendali, sehingga mengurangi kemampuan Israel untuk merespons secara efektif dalam situasi konflik. Selain itu, serangan pendahuluan juga bisa berfungsi sebagai unjuk kekuatan, menunjukkan bahwa Iran tidak akan secara pasif menunggu serangan dan siap mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi kepentingannya..
Dengan melancarkan serangan terlebih dahulu, Iran berpotensi menetralisir kemampuan militer dan infrastruktur utama Israel, yang dapat mempersulit Israel untuk melakukan serangan balasan dalam skala penuh. Serangan pendahuluan ini juga bisa berfungsi sebagai pencegah psikologis, mengirimkan sinyal kuat kepada Israel dan negara-negara regional lainnya bahwa Iran siap mengambil tindakan tegas dalam menghadapi ancaman. Selain itu, serangan yang tidak terduga dapat mengganggu perencanaan strategis Israel, memaksa mereka untuk bersikap reaktif, yang berpotensi menimbulkan kebingungan operasional dan kesalahan di pihak Israel, serta memperlemah efektivitas respons mereka.
Di sisi lain, serangan pendahuluan terhadap Israel membawa beberapa risiko signifikan. Serangan semacam itu kemungkinan besar akan meningkatkan ketegangan secara dramatis, memicu perang skala penuh yang dapat melibatkan banyak aktor regional dan global. Israel memiliki infrastruktur militer yang kuat, termasuk sistem pertahanan rudal yang canggih, yang dapat membatasi efektivitas serangan awal Iran. Selain itu, setiap serangan yang berhasil dilakukan oleh Iran dapat memicu serangan balasan yang menghancurkan dari Israel. Serangan pendahuluan juga berisiko mengisolasi Iran di kancah internasional, memperburuk hubungan diplomatik, meningkatkan sanksi ekonomi, dan memicu dukungan militer yang lebih besar untuk Israel dari sekutu-sekutu Barat.
2. Perspektif Israel
Israel memiliki doktrin strategis yang mengedepankan tindakan pencegahan dan serangan pendahuluan. Secara historis, mereka telah bertindak berdasarkan intelijen yang menunjukkan adanya ancaman nyata dan mendesak, seperti dalam Perang Enam Hari pada 1967. Jika Israel menilai bahwa Iran hampir mencapai kemampuan nuklir atau secara signifikan memperkuat kekuatan militernya, kemungkinan besar mereka akan melancarkan serangan pendahuluan untuk mencegah ancaman tersebut berkembang lebih jauh. Dukungan kuat dari Amerika Serikat dan sekutu Barat lainnya sangat mungkin diperoleh, tidak hanya dalam bentuk bantuan militer tetapi juga melalui perlindungan diplomatik di panggung internasional jika konflik terjadi. Ini memberi Israel keunggulan strategis dalam melancarkan serangan lebih awal, dengan mengandalkan koordinasi dan bantuan dari sekutu globalnya, terutama dalam menghadapi potensi konsekuensi dari serangan Iran.
Dengan menunggu serangan dari Israel, Iran dapat menjustifikasi tindakannya sebagai pembalasan yang sah, yang berpotensi menarik lebih banyak simpati dan dukungan internasional. Pendekatan ini membantu Iran menghindari stempel agresor di mata dunia dan lebih mudah menggambarkan dirinya sebagai korban serangan militer yang tidak dibenarkan. Selain itu, strategi pembalasan ini memungkinkan Iran memperkuat aliansi dengan negara-negara dan kelompok-kelompok yang bersimpati di kawasan, yang mungkin lebih condong mendukung Iran dalam konflik, terutama jika mereka melihat Iran bertindak hanya untuk mempertahankan diri, bukan sebagai provokator. Hal ini dapat memberi Iran posisi diplomatik yang lebih kuat dalam menghadapi tekanan global.