Suatu hari saya membaca sebuah status di laman Facebook, tentang bagaimana mencetak anak cinta membaca sejak dini.
"Bila ada dihadapkan pada sebuah pilihan antara buku dan gadget, maka sudah pasti mereka akan memilih gadget. Ketika ditanya alasannya, saat anak bermain gadget tidak perlu usaha keras, cukup duduk dan menggeser fitur yang diinginkan maka dengan mudah anak akan berselancar sesuai keinginan. Lalu bagaimana dengan buku? Yang notabene nya saat mau baca buku anak harus memahami banyak hal, misalnya tentang isi atau pesan yang disampaikan oleh buku tersebut"
Jadi jangan pernah menghadapkan anak pada pilihan tersebut, jika kita menginginkan anak-anak mencintai kegiatan membaca sejak dini.
Hal ini saya alami sendiri, di mana saya yang sangat maniak terhadap buku baik untuk dibaca, disimpan atau karena ada kebutuhan dengan riset yang sedang saya kerjakan, bahkan demi mengharapkan anak-anak cinta membaca saya rela merogoh kantong yang sngat dalam untuk membeli buku bacaan anak-anak yang yang harganya selangit.
Namun apa yang terjadi buku dengan harga fantastis tersebut tidak berbanding lurus dengan minat baca anak saya. Mereka lebih memilih antri untuk main gadget daripada mengambil buku dengan beragm pilihan. Apa yang salah?
Tentu ini harus ditelusuri dimana letak kesalahan say hingga suatu ketika saya dipertemukan dengan sebuah komunitas yang mana anggotanya harus membaca buku minimal tamat satu buku dalam satu bulan. Dari komunitas inilah saya belajar bahwa terkadang untuk mencapai suatu impian orang perlu dipaksa dulu.Â
Dalam komunitas yang menamakan dirinya klub suka buku, saya berhasil memaksa diri saya untuk tamat satu buku dalam satu bulan, saya juga bisa belajar tentang bagaimana mengulas isi buku.
Akhir-akhir ini saya ketemu dengan sebuah komunitas yang masih terkait dengan buku yaitu tantangan membaca dalam kurun waktu tertentu. Komunitas juga memberikan dampak yang sangat signifikan dalam diri saya selain saya terpaksa membaca, saya juga terpaksa mengulas, dan terpaksa memberikan rekom kepada teman-teman disekitar saya baik nyata maupun sosial media.
Awal keterpaksaan ini nyatanya sangat menguntungkan, sebagian besar buku saya yang selama ini hanya menjadi hiasan rak buku yang ada di ruang tamu, kini lambat laun mulai turun satu persatu.
Termasuk buku bacaan anak-anak yang selama ini rapi dalam boxnya kini mulai jadi pemandangan yang tak asing di atas kasur, ruang tamu dan tempat bermain anak-anak. Ya walaupun statusnya terkadang bukan untuk dibaca namun jadi tempat parkir mobil-mobilan miliknya.
Mungkin ini adalah proses awal dan saya yakin suatu saat mereka akan membutuhkan buku-buku tersebut.Â