Bacaan  Sabtu 26 Maret 2022
Luk 18:9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: 10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. 13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. 14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Renungan
Bacaan Injil hari ini menarasikan perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Perumpamaan yang ditujukan untuk mereka yang suka menganggap dirinya benar dan memandang rendah liyan. Orang Farisi dijadikan model mereka yang cenderung menganggap diri benar. Dan pemungut cukai ditampilkan  sebagai contoh yang direndahkan. Yesus menegaskan pemungut cukai yang direndahkan itu "pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak".
Yesus mewartakan bahwa pandangan Allah berbeda dengan pandangan manusia. Ada prinsip dasar yang diberlakukan. Â "Barangsiapa meninggikan diri, seperti orang Farisi itu, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, seperti pemungut cukai, Â ia akan ditinggikan."
Dengan rinci dan jelas digambarkan gaya hidup orang Farisi yang meninggikan diri. Â Saat orang Farisi itu masuk Bait Allah, berdiri dan berdoa dalam hati "Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku."
Orang Farisi  itu merasa sudah sempurna, beres hidupnya. Dalam beragama, ia tidak hanya melakukan hal-hal yang diwajibkan saja. Ia memandang diri tidak pernah melanggar hokum. Ia merasa hidupnya lebih suci, dibandingakn dengan hidup si pemungut cukai di belakangnya. Dengan penuh wibawa Yesus tegaskan "Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang tidak dibenarkan Allah!"
Yang dibenarkan Allah adalah orang-orang seperti si "pemungut cukai yang saat masuk Bait Allah, berdiri jauh-jauh, tidak berani menengadah ke langit, memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini."
Perumpamaan itu disatu pihak ditujukan kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka adalah orang-orang yang begitu gencar menolak Yesus. Mereka memandang diri sebagai orang benar. Di hadapan mereka, Yesus dan murid-murid-Nya serba salah. Tiada yang benar. Mereka bersungut-sungut kepada murid-murid-Nya. Mempermasalahkan mengapa  mereka "makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa" (Luk 5:30). Ketika "Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, berkata: Lihatlah Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa" (Luk 7:34).
Di lain pihak juga diperuntukkan bagi siapapun, termasuk para murid-Nya. Bukankah sampai kini toh tetap ada orang-orang Farisi masa kini? Bukankah masih tetap ada orang "yang menganggap diri benar dan memandang rendah semua orang lain?"
Sekali peristiwa seorang terkaya di suatu kota  sengaja menemui seorang pengemis. Si kaya ini bertanya apakah pengemis  mengenali dirinya sebagai orang terkaya di kotanya. Dengan lugu  pengemis itu menjawab "Orang terkaya di kota ini simbok penjual bubur di ujung gang. Setiap melewatinya, simbok itu  selalu memberi bubur untuknya." Mendengar hal itu, si kaya tertunduk malu. Ia pergi menjauhi si pengemis itu. Pengemis itu "pulang" sebagai orang yang dibenarkan!