Yerusalem kota religius kini jadi aus, tidak lagi becus dan haus pada  yang kudus. Sikap penolakan-Nya telah abaikan  keselamatan eksistensialnya. Pengabaian yang tidak dapat tidak berdampak negatif pada kehidupan lingkungannya.  "Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan,  dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." Kemegahan Yerusalem yang tidak lagi mencerminkan kemuliaan Allahnya,  runtuh dan hancur. Yesus menangisinya.
Pada saat-Nya, memang terjadi orang-orang Romawi datang mengepung, menguasai dan menghimpit Yerusalem dari segala arah. Keindahannya sirna. Tidak ada satu batu pun tinggal terletak di atas batu  lainnya. Yerusalem, Bait Allah luluh-lantak, berantakan. Yerusalem  yang  menolak Allah, kalah dan musnah. Yerusalem Bait Allah telah kehilangan Allah. Yerusalem kehilangan segala-galanya. Punah. Yesus menangisinya.
Meneteskah air mata ini saat kehilangan Allah? Meratapkah diri, saat mengkhianati kebaikan kebenaran dan keindahan? Menangiskah diri, saat  sesat dan jahat? Tepatkah ratap tangis tetesan air mata kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H