Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Berbuat Baik atau Jahat, Menyelamatkan atau Membinasakannya?

6 September 2021   09:21 Diperbarui: 6 September 2021   09:42 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bacaan  Senin, 6 September 2021

Luk 6:6 Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. 7 Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. 8 Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Maka bangunlah orang itu dan berdiri. 9 Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" 10 Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. 11 Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.

Renungan

Adalah cerita rakyat nusantara, Lutung Kasarung. Prabu Tapa Agung, seorang raja di tanah Pasundan memiliki dua anak, Purbararang dan Purbasari. Ketika raja memilih Purbasari jadi ratu, kakaknya marah. Ia mencelakakan adiknya dengan pertolongan penyihir. Sekujur tubuh Purbasari berbintik-bintik hitam. Sehingga tak layak jadi ratu. Raja mengikuti kemauan Purbararang, diusirnya Purbasari ke hutan. Di hutan, Purbasari bersahabat dengan seekor kera hitam, yang dinamainya Lutung Kasarung. Suatu malam, saat bulan purnama, Lutung Kasarung menyuruh Purbasari mandi di telaga.. Purbasari kaget, kulitnya pulih kembali sewaktu mandi.

Sesudah sekian lama jadi ratu, Purbararang menengok adiknya di hutan. Ia kaget melihat adiknya bercengkerama dengan monyet hitam. Terlebih Purbararang marah besar ternyata adiknya sudah pulih seperti semula bahkan semakin cantik mempesona. Ia merasa kedudukannya terancam. Ia mengatakan untuk dapat menjadi ratu, Purbasari mesti kini dapat menunjukkan sudah punya tunangan yang tampan. Dalam kebingungannya, Purbasari menarik tangan Lutung Kasarung. Kakaknya melecehkan, membully dan mempersekusinya habis-habisan. Calon ratu koq bertunangan dengan monyet hitam. Lutung Kasarung bersemedi. Berubahlah ia menjadi seorang pangeran berwajah tampan. Purbarang mengakui kesalahannya. Mohon dimaafkan dan tidak dijatuhi hukuman. Purbasari mengabulkan. Ia jadi ratu bersuamikan pangeran tampan.

Bacaan Injil hari ini menarasikan bagaimana rasa iri, dengki, benci, marah melatarbelakangi sikap dan tindakan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat setiap kali berhadapan dengan Yesus Nasaret. Suatu kali ketika Yesus masuk ke rumah ibadat dan mengajar, di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Dengan penuh iri dan prasangka buruk, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia.

Yesus yang berhati jernih mengetahui skenario kelicikan hati mereka. Yesus berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Kata-kata ini mengingatkankan kejadian saat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan  yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah. Kini Yesus melakukan yang sama, menempatkan orang yang mati tangan kanannya di tengah-tengah mereka. Yesus  mengajukan pertanyaan menohok "Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" Pertanyaan-Nya model tes pilihan ganda. Jawabannya sudah disediakan, tinggal pilih saja. Berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya. Bagaimana ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi merespon-Nya?

Mereka bungkam, diam sejuta bahasa. Karena jawaban apapun yang diberikan akan menjadi bumerang. Jika mereka menjawab berbuat baik dan menyelamatkan nyawa orang, berarti mereka berada pada posisi kalah. Demikian juga jika memilih jawaban berbuat jahat dan membinasakannya, menunjukkan diri sebagai orang yang jahat. Buah simalakama sedang mereka hadapi, apapun jawaban yang mereka berikan, sama-sama membongkar aib dan memalukan. Mereka tidak memberi jawaban.  Karena tidak ada jawaban, Yesus memandang keliling kepada mereka semua. "Ulurkanlah tanganmu!", kata-Nya kepada si sakit itu.  Orang itu mengulurkan tangannya dan sembuhlah tangannya.

Respon mereka selanjutnya adalah marah. Meluaplah amarah mereka, lalu berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus. Betapa bebal, degilnya mereka. Dapatlah dimaklumi jika pertanyaan itu ditujukan pada orang kampung yang buta huruf, mereka takut menjawabnya.  Dengan kehadiran pentolan-pentolan agama di samping mereka, menjadikannya takut jika dikucilkan. Namun ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang yang berpendidikan, berilmu, berkuasa dalam hal keagamaan, yang seharusnya mampu mengambil sikap dan jawaban sesuai keilmuannya, namun mereka tidak melakukan yang sebenarnya mereka lakukan. Mereka bertegar tengkuk, marah-marah, bahkan keterlaluan pilihannya, merundingkan tindakan yang mau mereka lakukan. Pastilah tindakan jahat! Mereka tidak mampu bersikap rendah hati seperti Purbararang. Mereka gagal mengakui kejahatan dan kekeliruannya, apalagi meminta maaf!

Apakah diri ini menjadi jelmaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi masa kini? Apakah termasuk tokoh agama yang cenderung menelikung, "nyrimpung", menghambat karya kasih kebaikan orang lain? Manakah yang cenderung dilakukan sebagai tokoh agama, mengulurkan tangan kebaikan menyelamatkan nyawa orang tanpa sekat-sekat agama atau kejahatan membinasakan mereka yang beda? Apakah diri ini sebagai tokoh agama sedang  mati tangan kanannya? Maukah  dipulihkan, tanggapi ajakan-Nya, "Ulurkanlah tanganmu"?

Yang mengulurkan tangan-Nya, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat,  jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun