Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemuka Agama, Tengoklah ke dalam Sebelum Bicara!

22 Maret 2021   12:00 Diperbarui: 22 Maret 2021   12:08 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mereka merasa masih beruntung berulangkali berzinah, punya chat mesum, hobi membuka situs porno, suka main perempuan, tapi sampai kini belum konangan, terbongkar atau ketahuan aibnya. Mereka diam-diam pergi, seperti anggota  DPR partai dakwah yang rajin sweeping tempat maksiat, konangan sedang menyimak video porno di androidnya, diam-diam menyembunyikan diri saat didatangi wartawan minta klarifikasi.  Mereka pergi pelan-pelan mulai dari yang tertua, yang paling banyak makan garam kebejatan seksual, yang paling merasa terancam bakal terkuaknya kebusukan hidupnya jika tetap berhadapan muka dengan-Nya. 

Si senior mundur dengan hina, maka si medior dan yunior akan mengikutinya. Perempuan itu tidak tahu apa yang akan menimpa dirinya. Yesus yang tidak berdosa, mungkin akan melemparkan batu yang pertama. Namun itu tidak Ia lakukan. "Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." ,Pendosa telah diselamatkan bukan dibinasakan, perlulah diingatkan untuk melipatgandakan kewaspadaannya untuk pergi tidak berbuat dosa lagi. Ia jadi solusi sejati

Waraskah pemuka agama dengan penuh semangat berapi-api orasi lewat "TOA"  menghasut massa mengutuk dan menuntut menghukum kejahatan orang lain sementara dia sendiri melakukan kejahatan yang sama?  Sudahkah pemuka agama mendahulukan tabayun  jalan kasih, murah hati dan lemah lembut, yang didasari  pertimbangan dan kesadaran diri sendiri sebagai yang tidak sempurna, retak dan rusak? 

Tidak mampukah bersimpati empati menggunakan sudut pandang pribadi pendosa begitu rapuh jatuh bangun gagal ke luar darilingkaran setan kedosannya? "Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih, Suci lahir dan dalam batin. Tengoklah ke dalam sebelum bicara. Singkirkan debu yang masih melekat...!" Seluruh jemaah yang datang mendengarkan-Nya di Bait Allah mendapat warta sukacita :.Allah Yang Rahim, Yang Rahman sedang menampakkan diri dalam manusia Yesus yang berhadapan dengan perempuan bersinah. Bangga punya Allah yang demikian jadikan hidup penuh syukur  sukacita  semangat, jadi berkat,  Ini misteri. Tengok ke dalam sebelum bicara!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun