Bermula dari pengumuman DNA (Daftar Nilai Akhir) mata kuliah di Semester II 2016/2017 yang serentak harus diunggah secara online pada 29 Mei 2017 untuk ITB. Rupanya cara modern ini begitu efektif. Begitu DNA terunggah, tanggapan datang dari mahasiswa yang mendapatkan nilai yang tidak mereka harapkan alias nilai kecil. Mereka mempertanyakan hasil yang mereka dapat melalui pesan WA atau SMS. Ujung-ujungnya mereka ingin melihat berkas ujian hasil penilaian dosennya.Â
Untuk menanggapi mereka, jawaban saya akhirnya saya lempar di media Facebook sekalian untuk penjelasan kepada mahasiswa-mahasiswa lain yang mungkin kecewa dengan nilai yang mereka dapat tetapi menerima dan tidak protes. Inilah surat terbuka di FB tersebut dengan sedikit penyuntingan:
Kepada mahasiswa-mahasiswi yang saya cintai, yang kemarin mendapatkan nilai mata kuliah Semester II 2016/2017 di ITB. Tentu ada yang tidak puas dengan hasil yang didapat. Beberapa mahasiswa menanyakan atas nilai yang didapat. Beberapa bahkan protes.
Mahasiswa-mahasiswiku, pada dasarnya seorang dosen TIDAK INGIN ada mahasiswanya yang gagal atau tidak lulus pada mata kuliah yang diampunya. Bayangkan jika mahasiswa yang mengambil mata kuliahnya banyak yang bernilai jelek, tamparan akan terhantam ke muka dosen itu sendiri. Dalam kasus demikian, bukan mahasiswanya yang bodoh, tetapi harus dilihat jangan-jangan cara penyampaiannya yang salah sehingga ternyata banyak mahasiswa yang tidak mampu menyerap ilmu yang diberikan.
Namun bukan berarti seorang dosen membuat soal ujian yang mudah agar banyak mahasiswa lulus dengan nilai baik. Bukan! Soal ujian harus dirancang untuk menguji luaran (outcomes) dari mata kuliah tersebut sesuai dengan tujuan awal mata kuliah itu saat dirancang (yang tertuang dalam silabus). Saat banyak mahasiswa berhasil menjawab pertanyaan soal ujian dengan baik, berarti sedikitnya tujuan, sasaran, dan luaran mata kuliah itu telah tercapai. Inilah, dalam level paling standar, ukuran suksesnya sebuah mata kuliah.
Bagi mahasiswa yang mendapatkan nilai yang tidak diharapkan (dengan kata lain: JELEK), seharusnya introspeksi kepada diri sendiri karena secara objektif itulah kemampuan yang telah kalian capai. Mungkin kalian malas membaca, tidak serius memperhatikan kuliah, belajar asal-asalan, atau mungkin menganggap enteng materi kuliah. Kata peribahasa Inggris: No pain, no gain. Itulah yang kalian dapat.
Kalian harus lebih sadar diri lagi ketika teman-teman kalian banyak yang mendapat nilai baik dan hanya kalian sendiri yang jelek. Tidak ada kamusnya seorang dosen ingin menjatuhkan beberapa gelintir mahasiswa. Betapa konyolnya hal seperti itu. Lagi pula, mana sempat seorang dosen hanya memperhatikan segelintir mahasiswa yang diincar untuk dijatuhkan.
Semua berdasar pada dokumen berkas ujian yang kalian kerjakan. Saat menilai, bahkan nama-nama kalian menjadi abstrak, sekalipun kalian menulis nama kalian berhuruf besar dan tebal dengan tinta merah.
Ketika kalian protes dan mempertanyakan penilaian dosen pada berkas, maka itu sangat menyinggung perasaan dosen. Seolah-olah kalian tidak mempercayai bahwa dosen melakukan penilaian dengan membaca jawaban yang kalian tuliskan. Kami berkorban untuk itu. Bahkan pada tulisan tangan mahasiswa yang seperti cakar ayam sekalipun. Dosen harus tetap objektif menilai dari jawaban (bukan dari tulisan cakar ayam). Perasaan sebel, dongkol atau marah tentu ada ketika membaca jawaban dengan tulisan tangan yang sulit dibaca bahkan mungkin oleh si penulisnya sendiri. Namun itulah risiko yang harus dosen terima.
Mahasiswa-mahasiswi yang saya cintai, yang merasa nilai yang didapat tidak memuaskan, demikian jawaban saya atas pesan yang kalian sampaikan melalui WA yang tidak akan saya balas. Anggaplah ini jawaban saya atas nilai anda yang tidak memuaskan itu. Â
Salam,
BB