[caption id="attachment_367164" align="alignleft" width="210" caption="David"][/caption] Jaman sekarang mendapati seorang anak kelas VI SD menjelajah sendirian adalah sesuatu hal yang agak mengejutkan. Minggu Ahad, 1 Februari 2015 ketika kami dalam perjalanan cukup mendaki di jalan berbatu Kampung Kordon-2, sambil istirahat memandang dan mengambil foto ke arah Cekungan Bandung, seorang anak kecil juga melakukan hal yang sama. Saya bersama adik saya datang mendekat ke anak itu. Sebenarnya sekalian minta untuk diambilkan foto juga.
“Mau ke Tebing Karaton?” Ia menjawab iya.
“Sendirian? Nggak sama teman-teman atau keluarga?”
“Kakak-kakak saya, teman-teman saya, tidak ada yang mau ikut, ya saya sendirian saja. Dari rumah di Pasir Koja naik angkot hingga Tahura Juanda, terus jalan sendiri ke sini.”
Hebat benar anak ini yang menyebutkan namanya David Chaniago Primadonal, sekolah di SD Jamika Bandung kelas VI, bungsu dari empat saudara. Ayahnya dari Padang seorang pedagang ayam potong di Pasar Andir, Bandung. Ibunya Sunda, dan David lahir di Riau.
“Primadonal?” tanya kami serius.
“Iya. Primadonal…” oh Primadonal Bebek? Kami pun tertawa. Langkah kami sudah mendekati pertigaan Ciharegem dan sebuah papan sederhana menunjuk arah kiri: Tebing Karaton 300 meter.
[caption id="attachment_367137" align="aligncenter" width="490" caption="Lembah Ci Kapundung dari Tebing Karaton (Foto: Wiana Wisanti)"]
Akhirnya nama itulah yang kemudian populer. Kepopuleran Tebing Karaton mencuat di tahun 2014 gara-gara banyak yang berfoto selfie berlatar jurang dalam lembah Maribaya dari ujung tebing dan diunggah ke media sosial. Namun, masyarakat lebih banyak menyebutnya Tebing Keraton, alih-alih Tebing Karaton.
Tebing Karaton atau Cadas Jontor secara geologi sebenarnya bagian dari frontslope (lereng depan) punggungan Sesar Lembang. Tebing ini tepat berada di atas lembah pertemuan dua sungai di Maribaya, Ci Kapundung dan Ci Gulung. Ke arah barat daya, kita dapat mengamati lembah Ci Kapundung yang terjal di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda. Ke arah barat kita dapat menyaksikan dinding vertikal Maribaya yang menjadi bidang Sesar Lembang yang berarah barat-timur.
Ke utara saat cuaca baik, deretan G. Burangrang dan Tangkubanparahu serta depresi Lembang di depannya akan terlihat jelas. Ke arah timur laut, lembah Cibodas terbentang dengan perkebunan palawija dan lereng atasnya ke arah G. Bukittunggul berubah menjadi hutan pinus, kina, dan hutan heterogen. Tepat ke dasar jurang di sisi timur, aliran Ci Kapundung dan cabangnya tampak menoreh sangat tajam membentuk lereng-lereng bukit yang terjal bahkan tegak.
Dam (1996) seorang peneliti Belanda mencantumkan adanya sesar berarah timurlaut-baratdaya tepat di lembah Maribaya di bawah Tebing Karaton. Sesar ini memotong Sesar Lembang yang berarah barat-timur. Menurutnya, lembah lurus Ci Kapundung yang berlereng terjal berarah timurlaut-baratdaya adalah hasil dari aktivitas sesar ini. Begitu juga bagaimana aliran Ci Kapundung menerobos dinding Sesar Lembang diakibatkan adanya sesar ini, yang kita namakan saja Sesar Cikapundung.
[caption id="attachment_367138" align="aligncenter" width="576" caption="Gambar dari GoogleMap dg tambahan informasi jalur Sesar Lembang dan Sesar Cikapundung"]
Saat kami tiba di Tebing Karaton, wisatawan lokal sudah memenuhi ujung tebing. Dengan membayar karcis Rp. 11.000,- (Rp. 76.000,- untuk wisatawan mancanegara), kami – seperti wisatawan lainnya – berfoto-foto dengan latar belakang lembah Maribaya yang terhampar jauh di bawah. Wisatawan berkerumun dan antre hanya untuk satu tonjolan batu yang paling favorit untuk berfoto.
David pun dengan kamera digitalnya sibuk selfie. Saat kami lebih dahulu meninggalkan Tebing Karaton, David masih asyik di Tebing Karaton. Kami membicarakan si David ini yang punya kemauan kuat untuk mengunjungi tempat yang sesungguhnya cukup jauh dari pusat Kota Bandung. Ah, di zaman ketika anak-anak kota lebih asyik bermain di mal dengan mainan serba elektronik atau menjadi autis dengan gawainya masing-masing, ternyata masih ada anak seperti David yang berani sendirian menjelajah untuk menikmati alam.
Jangankan seorang anak kelas VI SD, seorang mahasiswa pun belum tentu ada yang berkemauan kuat seperti David untuk mengunjungi objek alam. Sendirian. Semoga banyak David-david lain di negeri indah ini yang berkemauan untuk menikmati alam yang menyuguhkan pesona tiada habis-habisnya *** [caption id="attachment_367139" align="aligncenter" width="450" caption="sketsa Lembah Ci Kapundung (diwarnai hijau oleh Muhammad Thamrin :) ) "]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H